Beberapa kali, selama pekan kemarin beberapa rekan mengontak saya, memberikan link berita tentang seorang anak yang hidup sendiri, sebatang kara kemudian mengasuh tiga orang adiknya. Saat itu yang terpikir di benak saya, jika kondisi ini sudah masuk media, kemungkinan besar anak itu pasti sudah ada yang akan membantu, dan juga birokrasi berwenang tentu tidak akan tinggal diam. Media mempunyai berita menarik, birokrasi panik dan berusaha melakukan pencitraan, pasti akan datang dan berbuat.
Benar selang beberapa hari kemudian pak bupati yang baru dilantik sekitar tiga hari kemudian datang, disaat yang sama kemudian berbondong datang para jurnalis, terhitung pada hari ini, senin 15/4 sosok tasripin muncul di halaman pertama Kompas.
Namun saya tidak bisa tidur, saya gelisah. Setelah itu saya buka kontak beberapa teman di facebook, alhamdulillah ada seorang teman, mba Shinta dari lembaga zakat Mafaza Peduli Ummat yang sudah berkunjung ke tempat Tasripin,. Dari narasi yang diceritakan, nampak ada ketimpangan antara pemberitaan media dengan kondisi sebenarnya. Bahwa ternyata Tasripin masih mempunyai keluarga besar.
Pagi ini sebenarnya saya disibukkan dengan inisiasi kerjasama melakukan pengobatan gratis, alhamdulillah kegelisahan sayapun terjawab, saya di telpon seorang bapak, beliau saat itu berada di Denpasar, meminta agar nantinya ditemani ke tempat Tasripin, siap untuk menanggung biaya pendidikan Tasripin. Cukup lama saya mendengarkan harapan sang bapak, saya yakin ini pula yang dirasakan sebagian besar yang membaca kisah Tasripin. Sebuah keinginan untuk membantu, tergerak untuk segera bertindak.
Siang itu juga, saya segera menuju lokasi Tasripin yang terletak di Grumbul Pesawahan Desa Gunung Lurah Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Lokasi tanpa aspal, jika hujan akan sangat licin. Dengan tanjakan curam dan disebelah kanannya jurang. Saya harus berjalan kaki sekitar 3km, karena motor rekan saya Fuad tidak kuat untuk membawa kami berdua, sempat juga hampir nyungsep ke jurang ^_^.
Nampak ironis jika melihat kondisi di desa Tasripin, paradoks para pencari citra, saat itu banner calon kepala desa nampak bertebaran, termasuk didekat rumah Tasripin. Menjanjikan kemakmuran, menjanjikan kesejahteraan, ah biarlah itu saya khawatir terlalu berburuk sangka.
Sesampai dilokasi saya tidak mendapati satupun Jurnalis, syukurlah jadi lebih mudah untuk bersilaturahim. Hanya saja saya belum berkesempatan bertemu dengan Tasripin, salah satu Bank di daerah Cilongok baru saja membawa Tasripin ke Cilongok untuk dibuatkan tabungan, saya teringat baru saja saat berjalan ke lokasi berpapasan dengan mobil yang ternyata membawa Tasripin. Mudah-mudahan dikunjungan berikutnya saya bisa ketemu dengan Tasripin.
Sesaat saya berbincang dengan bu Rinten, ibu RT . Disuguhi segelas air putih yang segera saya syukuri untuk kemudian teguk. Kemudian beliau berbincang, bercerita tentang awal mula kisah Tasripin bisa masuk media, bercerita tentang banyaknya jurnalis yang kemudian datang, bercerita tentang kedatangan Pak Bupati yang turun langsung membawa bantuan.
Sosok Tasripin yang beliau ceritakan, sama dengan yang saya dapati dari media, sosok seorang anak yang tangguh, berusaha mencari nafkah untuk membantu menyambung hidup adik-adiknya. Terbiasa memasak dan membantu memandikan adik-adiknya yang berjumlah tiga orang. Tentu saja bagi saya ini sebuah hal yang sangat luar biasa, anak ini sangat matang dalam memandang kehidupan. Banyak kasus serupa yang justru berujung pada depresi dan bunuh diri. Kebersahajaan dan ketangguhan sosok Tasripin ini yang saya yakin menyentuh hati-hati sebagian besar masyarakat dari berbagai kalangan yang akhirnya tergerak untuk membantu.
Ketika memasuki rumah Tasripin yang sederhana, yang nampak sudah di cat. Saya disambut kerabatnya, Bibinya yang selama ini turut membantu menopang kehidupan Tasripin, sering mengirimkan masakan dan rutin memberikan beras. Rumahnya walau teramat sangat sederhana nampak bersih, ternyata ini hasil sentuhan ibu-ibu dermawan yang ikut mengecat, kemudian merapikan rumahnya, sekali lagi disini saya melihat sentuhan hati yang bertemu. Ada juga ibu yang tergerak untuk segera menemui Tasripin sambil mengajak anak Balitanya.
Ketika adik Tasripin datang, setelah dimandikan tetangganya, saya tak tahan untuk kemudian memeluknya. Saya merasakan tarikan nafas. Saya merasakan degup jantung. Tasripin tetap sosok yang sangat berperan untuk menghidupkan denyut tadi. Paling tidak ketegarannya yang membuat adik-adiknya tetap bertahan.
Saya bukan orang yang kompeten untuk berbicara advokasi, bukan orang yang berkompeten untuk berbicara tentang bahasa-bahasa jurnalistik. Dan saya bukan orang yang berkompeten berbicara politik. Fenomena Tasripin memang fenomena gunung es, namun yang lebih penting dari itu semua, saya sangat yakin dengan kecepatan rakyat bangsa ini untuk berempati. Banyaknya berita kekerasan, intoleransi, sara membuat hal ini tertutupi. Saya yakin dan teramat yakin lebih banyak bagian nadi bangsa ini yang siap berbuat dan berempati.
Disudut-sudut ruang jiwa rakyat republik ini butuh penyambung, yang mempertemukan empati dan inspirasi. Bertemu untuk saling membangun dan menghidupkan. Walaupun saya lihat cukup bertumpuk bantuan yang ada disalah satu sudut kamar Tasripin, ditengah banyaknya sangkaan tentang motif personal,media atau lembaga yang mengeksploitasi kisah ini. Saya bersyukur, ada titik yang menyatukan, empati. Saya yakin kisah ini akan terus berlanjut, sosok-sosok Tasripin ditempat lain semoga bisa dipertemukan dengan kekuatan media, bertemu dengan para pengemban amanah birokrasi,institusi dan lembaga kemanusiaan serta para dermawan dari semua kalangan usia, dari semua kalangan profesi. Karena seringkali, bukan saja sosok seperti Tasripin yang membutuhkan kita, tapi kitalah yang membutuhkan inspirasi dari mereka.
Note : Saya sempat mengambil foto lokasi dan rumah Tasripin, jika anda berkesempatan dan berkeinginan menengok Tasripin saya dengan senang hati akan membantu anda ^_^ silahkan hub saya di no 081327943137 atau bisa berkunjung kekantor pkpu purwokerto.