Catatan Perjalanan Tim PKPU ke Somalia (16)
Maut Menari di Atas Tanah Pengungsian
Bencana kelaparan hampir sama mengkhawatirkannya dengan ancaman kesehatan yang kini menjadi momok mematikan bagi pengungsi Somalia. Ratusan ribu pengungsi Somalia yang bertahan hidup di kamp pengungsian mulai terserang diare, malaria dan kolera. Ketiga jenis penyakit ini mendominasi kondisi kesehatan pengungsi yang sudah berbulan-bulan bahkan ada yang bertahun-tahun berada dilokasi pengungsian dengan kondisi kumuh.
Rendahnya tingkat kesehatan ini diperparah oleh minimnya sarana sanitasi MCK di pengungsian. Meskipun terlihat ada sejumlah MCK dibangun di sejumlah titik tetapi sangat tidak memadai. MCK itu berdinding seng ukuran besar 1 meter. Tetapi keberadaannya tetap tidak merubah keadaan karena tidak adanya air yang cukup untuk mencuci tangan dan cebok. Dibanding mencuci tangan, air yang ada lebih dipilih untuk persediaan minum yang sangat pelik di dapat.
Mohamed, salah seorang pengungsi di kawasan Daadab Somalia menceritakan, untuk mendapatkan air tidak jarang mereka harus berjalan berpuluh kilometer menuju tempat penampungan air yang disediakan. Umumnya mereka yang mencari air adalah kalangan perempuan, baik berjalan kaki ataupun membawa keledai dengan jerigen digantungkan di hewan tersebut. Hal ini dibuktikan sendiri oleh tim selama melintasi safana Afrika itu dengan menemui sejumlah wanita berjalan kaki sangat jauh untuk mendapatkan air untuk keperluan minum.
Persoalan rentannya kesehatan para pengungsi ini tercermin dalam aksi kesehatan yang dilakukan relawan PKPU bersama lembaga lainnya di Kamp Dahgaley Daadab yang hampir rata-rata pengungsi menderita malaria, diare dan kolera. Lebih mengkhawatirkan lagi untuk kalangan anak-anak yang kurang mendapatkan perawatan kesehatan dan asupan gizi cukup. Keseharian mereka bermain di alam bebas dengan tangan dan kaki kotor berdebu.
Dokter Syukri asal Somalia yang terlibat aksi kesehatan bersama tim kemanusiaan PKPU mengatakan, sedikitnya persediaan obat-obatan dan tenaga medis yang datang ke pengungsian membuat pelayanan hanya dapat dilakukan untuk ratusan orang seharinya. Pelayanan dihentikan saat obat-obatan menipis.
Sangat memiriskan memang jika melihat langsung dengan mata kepala sendiri balita-balita berada dalam gendongan ibunya dengan mata sayu, redup, perut membuncit dan tangan kaki mengecil di luar tingkat pertumbuhan normal anak-anak lainnya. Sang ibu hanya bisa melindungi anaknya dengan apa adanya. Menyembunyikan sang buah hati di balik cadar besar digunakan yang setidaknya mengurangi sengatan matahari langsung sehingga terhindar dari dehidrasi lebih parah. Setiap hari selalu ada balita meninggal dunia. Deretan kuburan berpasir diperlihatkan kepada kami.
Bahkan dalam beberapa kasus ada balita yang berat badanya hanya 2-3 kilogram atau sama dengan berat badan bayi lahir meski sudah berumur 3-4 tahun. Sang ibu terlihat mencoba menyembunyikan kesedihannya di balik raut muka tegarnya menghadapi semua kenyataan ini. Tidak perlu lagi kita tanya apa perasaan mereka, karena semua sudah tergambar dari apa yang terlihat meski tanpa kata-kata.
Persoalan gizi dan kesehatan Balita dan Ibu merupakan salah satu fokus utama yang diemban dalam misi kemanusiaan PKPU ke Somalia. Setidaknya secara bersama dapat menyelamatkan generasi baru Somalia dari lost generation, karena diperkirakan bencana ini akan berkepanjangan. Di tambah dengan dampak konflik perang saudara yang kerap mengganggu jalur logistik dan relawan memberikan bantuan. Tak ada yang dapat menjawab, sampai kapan derita mereka akan berakhir.
:: Laporan Elfiyon Julinit, Tim Kemanusiaan Indonesia, Aid For Somalia PKPU dari Nairobi, Kenya
Rendahnya tingkat kesehatan ini diperparah oleh minimnya sarana sanitasi MCK di pengungsian. Meskipun terlihat ada sejumlah MCK dibangun di sejumlah titik tetapi sangat tidak memadai. MCK itu berdinding seng ukuran besar 1 meter. Tetapi keberadaannya tetap tidak merubah keadaan karena tidak adanya air yang cukup untuk mencuci tangan dan cebok. Dibanding mencuci tangan, air yang ada lebih dipilih untuk persediaan minum yang sangat pelik di dapat.
Mohamed, salah seorang pengungsi di kawasan Daadab Somalia menceritakan, untuk mendapatkan air tidak jarang mereka harus berjalan berpuluh kilometer menuju tempat penampungan air yang disediakan. Umumnya mereka yang mencari air adalah kalangan perempuan, baik berjalan kaki ataupun membawa keledai dengan jerigen digantungkan di hewan tersebut. Hal ini dibuktikan sendiri oleh tim selama melintasi safana Afrika itu dengan menemui sejumlah wanita berjalan kaki sangat jauh untuk mendapatkan air untuk keperluan minum.
Persoalan rentannya kesehatan para pengungsi ini tercermin dalam aksi kesehatan yang dilakukan relawan PKPU bersama lembaga lainnya di Kamp Dahgaley Daadab yang hampir rata-rata pengungsi menderita malaria, diare dan kolera. Lebih mengkhawatirkan lagi untuk kalangan anak-anak yang kurang mendapatkan perawatan kesehatan dan asupan gizi cukup. Keseharian mereka bermain di alam bebas dengan tangan dan kaki kotor berdebu.
Dokter Syukri asal Somalia yang terlibat aksi kesehatan bersama tim kemanusiaan PKPU mengatakan, sedikitnya persediaan obat-obatan dan tenaga medis yang datang ke pengungsian membuat pelayanan hanya dapat dilakukan untuk ratusan orang seharinya. Pelayanan dihentikan saat obat-obatan menipis.
Sangat memiriskan memang jika melihat langsung dengan mata kepala sendiri balita-balita berada dalam gendongan ibunya dengan mata sayu, redup, perut membuncit dan tangan kaki mengecil di luar tingkat pertumbuhan normal anak-anak lainnya. Sang ibu hanya bisa melindungi anaknya dengan apa adanya. Menyembunyikan sang buah hati di balik cadar besar digunakan yang setidaknya mengurangi sengatan matahari langsung sehingga terhindar dari dehidrasi lebih parah. Setiap hari selalu ada balita meninggal dunia. Deretan kuburan berpasir diperlihatkan kepada kami.
Bahkan dalam beberapa kasus ada balita yang berat badanya hanya 2-3 kilogram atau sama dengan berat badan bayi lahir meski sudah berumur 3-4 tahun. Sang ibu terlihat mencoba menyembunyikan kesedihannya di balik raut muka tegarnya menghadapi semua kenyataan ini. Tidak perlu lagi kita tanya apa perasaan mereka, karena semua sudah tergambar dari apa yang terlihat meski tanpa kata-kata.
Persoalan gizi dan kesehatan Balita dan Ibu merupakan salah satu fokus utama yang diemban dalam misi kemanusiaan PKPU ke Somalia. Setidaknya secara bersama dapat menyelamatkan generasi baru Somalia dari lost generation, karena diperkirakan bencana ini akan berkepanjangan. Di tambah dengan dampak konflik perang saudara yang kerap mengganggu jalur logistik dan relawan memberikan bantuan. Tak ada yang dapat menjawab, sampai kapan derita mereka akan berakhir.
:: Laporan Elfiyon Julinit, Tim Kemanusiaan Indonesia, Aid For Somalia PKPU dari Nairobi, Kenya
:: www.pkpu.or.id