Search

Content

Senin, 21 Februari 2011

Erupsi Merapi



Membaca berbeda dengan melihat, melihat berbeda dengan merasakan, menyelami makna dalam kebersahajaan,itulah yang saya alami saat mengunjungi dan terlibat langsung membersamai saudara-saudara kita yang mengungsi akibat erupsi merapi. Ada wajah-wajah sayu dengan guratan kesedihan, bahkan nampak kepanikan yang seolah entah kapan akan berhenti. Berpindah dari satu barak pengusngsian-kebarak pengungsian yang lain.

Sabtu Sore 
Tubuh rentanya nampak masih mampu menopang jasadnya, tertatih tapi nampak tegar, beliau berkata.."mas kulo namung saged pasrah pada Alloh SWT" kata bapak berusia lebih dari 60 th ini, bersama keluarganya beliau sudah pindah lokasi pengungsian sebanyak 3 kali, terakhir mereka dan warga desa yang lain mengugsi di salah satu SD di Muntilan Magelang. Kami melakukan trauma healing di 3 barak pengungsian, yang saya dapatkan adalah..justru kita yang belajar ketegaran dari mereka.

Sabtu Malam
Saat menunggu malam, ditengah dentuman-dentuman kecil sang Merapi yang masih nampak beringas, tiba-tiba saya di kejutkan dengan seorang wanita yang tergopoh mendatangi.."mas-mas ada obat-obatan, ada bayi usia 3 bulan yang ikut mengungsi nampaknya membutuhkan bantuan", di Barak pengungsian disalah satu SMP di Muntilan, beruntung saya membawa satu orang dokter, teman saat di Kampus dulu, dr. Yeni, dibantu mba Nunu salah seorang relawan yang juga ikut bersama tim kami, memeriksa kesehatan sang Bayi, dan malam ini dilalui dengan memeriksa hampir seluruh penghuni ruang pengungsian ini, atu-persatu antri untuk diperiksa dan di cek kesehatannya, untuk obat-obatan akan datang esok paginya karena ambulan kita berada di lokasi yang berbeda.

Ahad Pagi 
Gempa kecil beberapa kali membuat kantukku hilang, apalagi seketika saat jam 2 semua menjadi gelap gulita, nampaknya genset sumber energi penerangan kehabisan bahan bakar. Saat itu total jumlah pengungsi di Magelang mendekati angka 70rb pengungsi, yang ironis ketika saya di mendengar cerita ada saja orang jahat di tengah derita, ada maling ternak yang ketika warga panik mengungsi mereka malah membawa lari ternak warga, bahkan ada segerombolan perompak yang menakuti-nakuti warga kalau awan panas sudah datang, ketika warga pergi mengungsi mereka menggasak habis isi rumah warga..naudzubillah.
Pagi hari kita bergerak dengan tiga armada, menyusuri jalanan yang sudah tertutup abu, layaknya televisi hitam putih yang ada hanyalah wrna-warna kelabu. Pohon bertumbangan, dahan-dahan pohon kelapa nampak seperti daun putri malu, mengatup dan patah akibat tak kuat menahan hempasan debu yang melekat di daunnya.

Setiba di MI salam kami melakukan aksi layanan kesehatan dan trauma healing, saat trauma healing..ketika kami mendapat titipan dari anak-anak salah satu sd di kota semarang, puisi yang dipersembahkan untuk anak-anak pengungsi. Ketika mereka membacanya tak terasa mataku terasa panas, titik air mata ini akhirnya tak tertahan juga.

 Magelang 06-07 November 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Sahabat

Artikel Terbaru

Arsip Blog