Keranjang kecil itu nampak membebani pungung anak-anak yang sedang sibuk membolak-balik tumpukan sampah. Sesekali mereka turunkan keranjang kecil itu sejenak kemudian bangkit kembali mencari sesuatu yang berguna di bukit sampah itu, TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Langkah kakinya terseok-seok karena beratnya beban di punggung mereka. Pakaiannya kotor bercampur tanah kotor dan sampah busuk, baginya sekolah adalah sebuah impian
Masih dekat dengan Ibu Kota Negara, di Bekasi anak-anak belajar menggunakan tempat ibadah dan halaman depan rumah warga. Bukan hanya panas yang dirasakan karena berdempetan dengan jalan, tetapi mereka juga harus menahan malu karena setiap saat dilihat lalu lalang orang. Di Bogor, anak-anak harus sekolah dengan kondisi gedung di topang beberapa kayu. Bila kayu tersebut terlepas, mereka yang sedang belajar pastinya akan tertimbun atap sekolah.
Kita saksikan puluhan anak-anak Mentawai harus mempertaruhkan nyawa dengan mengarungi pinggiran samudera terombang ambing di lautan lebih dari satu jam ke Sikakap hanya untuk sekolah dan belajar. Kondisi ini dilakukan karena daerah mereka di Tubeket tidak ada sekolah, sekolah hanya 1 ruangan yang sudah usang di makan waktu dengan guru yang tidak lulus SMP dan belum bisa berbahasa Indonesia. Kondisi lain yang lebih buruk juga dapat kita temui di daerah-daerah lain di negeri yang kita cintai ini.
Aku mau pintar adalah sebuah deklarasi yang penuh keyakinan dan harapan dari setiap anak, landasan keyakinan ini karena memang setiap anak mempunyai dunia ideal tanpa beban dan penuh harapan karena ketika anak merasakan dunia idealnya dipenuhi masalah orang dewasa, baik keluarga, maupun lingkungan sekitarnya.
Menjadi pintar dan menjadi tahu akan suatu hal merupakan hak setiap anak. Hal ini juga termaktub dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 ayat 1, dalam Undang-Undang ini juga memberikan penekanan kepada Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua untuk bertanggung jawab dan berkewajiban merealisasikan hak-hak anak, termasuk menjadi pintar.
Sekolah gratis tidak cukup bagi mereka. Mereka perlu buku, seragam, dan alat tulis serta keperluan lain yang tidak sanggup mereka jangkau. Iming-iming Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja tidak cukup bagi sekolah, karena rusaknya bangunan sekolah akibat di makan usia tidak mampu tertutupi. Gaji tinggi saja tidak cukup untuk para guru, mereka perlu sebuah revolusi peningkatan kapasitas, dan peduli saja tidak cukup bagi kita tanpa terlibat langsung bersama mereka yang membutuhkan.
Selama 11 tahun pengabdian PKPU, bersama dengan segenap komponen masyarakat berusaha memberikan jawaban tentang keinginan anak yang ingin pintar. PKPU menjalankan program-program pro anak dengan melibatkan semua komponen yang ada, diantara program yang sudah dijalankan. Pertama, Program Panti Asuhan. Program ini sudah berjalan sejak tahun 2005, merupakan respon dan jawaban terhadap keluhan anak-anak yang ditinggal orangtua karena bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh akhir tahun 2004 dan konflik yang berkepanjangan sebelum itu.
Kedua, Beasiswa Peduli Generasi. Program beasiswa diberikan kepada anak-anak yang berprestasi namun karena satu dan sebab lain memiliki kekurangan (dari keluarga tidak mampu), sehingga menghambat proses pendidikan yang dijalankannya. Sampai saat ini PKPU sudah memberikan beasiswa lebih dari 1.100 anak di seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, Sekolah Unggulan. PKPU memberikan alternatif pendidikan yang lebih baik dengan memberikan sekolah yang bisa menjadi contoh bagi sekolah lainnya, sampai saat ini sudah ada tiga sekolah, 2 di Aceh dan 1 di Bekasi.
Keempat, Bedah Sekolah Indonesia. Dengan program bedah sekolah, PKPU melakukan renovasi dan perbaikan pada sekolah-sekolah yang tidak layak untuk melakukan proses kegiatan belajar mengajar. Dalam program ini pelibatan semua elemen sekolah, seperti orangtua murid, guru, yayasan lokal, masyarakat dan tokoh-tokohnya serta pemerintah. Dalam 1 tahun sudah lebih dari 5 sekolah yang dibedah. Dengan bedah sekolah ini, ratusan anak sudah bisa tersenyum kembali.
Kelima, perpustakaan. Program perpustakaan terbagi dalam 2 tipe, perpustakaan tetap dan perpustakaan keliling. Untuk perpustakaan keliling menggunakan basis motor untuk wilayah pedesaan dan mobil untuk wilayah perkotaan, program ini memberikan secara aktif bacaan-bacaan dan sumber ilmu yang bermutu kepada ratusan ribu anak baik dipelosok maupun anak-anak jalanan di kota. Sampai saat ini perpustakaan keliling terdapat di beberapa wilayah sebagai berikut: (1) Perpustakaan Keliling Berbasis Motor di wilayah Medan, (2) Perpustakaan Keliling Berbasis Motor di wilayah Padang, (3) Perpustakaan Keliling Berbasis Motor di wilayah Bandung dan sekitarnya, (4) Perpustakaan Keliling Berbasis Motor di wilayah Jogjakarta, (5) Perpustakaan Keliling Berbasis Mobil di wilayah Jabodetabek.
Keenam, Pelatihan Guru. Program pelatihan guru diberikan untuk sekolah-sekolah dari tingkat TK, SD dan SMP, selain diberikan pelatihan, guru-guru juga mendapatkan pembinaan agar ilmu dari pelatihan dapat dijalankan dengan baik, sekaligus memberikan kontrol kualitas sekolah. Selama Tahun 2010 guru-guru yang sudah dilatih mencapai 9.386 guru yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Ketujuh, Sekolah Siaga Bencana. Program sekolah siaga bencana di rancang dalam rangka memperkenalkan tentang kebencanaan kepada anak sejak usia sekolah, sehingga mereka lebih tahan dan tanggap terhadap bencana.
Kedelapan, Program Sekolah Berbasis Komunitas diselenggarakan dalam rangka mewadahi (1) anak-anak yang marginal karena berbagai alasan tidak mampu untuk bersekolah (2) simbiosis mutualisme antara peran sekolah dengan peran masyarakat. Masyarakat butuh sekolah dalam rangka melanjutkan dan merawat nilai-nilai kearifan lokal, sedangkan sekolah butuh masyarakat dalam rangka menunjang segenap aktifitas yang dilakukan.
Kurikulum pendidikan diperkaya dengan kurikulum kearifan lokal, bersama mengembangkan potensi yang ada di masyarakat, seperti SBK di Gorowong, Garut. Pembelajaran tentang pohon albasiah dan beternak domba, dua komponen ini merupakan sumber utama penghasilan masyarakat.
Dengan delapan pilar ini, PKPU memberikan jawaban bagi anak-anak yang mendeklarasikan diri untuk tetap menjadi pintar walaupun segala keterbatasan menghadang. Sikap empati dan kepedulian untuk bersama dinantikan mereka, bisa jadi “AKU MAU PINTAR” bukan hanya sekedar impian, tetapi dunia nyata yang sudah ada di hadapan, dan kita semua bisa menjadi “malaikat” untuk membantu harapan-harapan mereka. Semoga!
*) Ahmad Firdaus SPd, MA | Manager Program Pendidikan PKPU pkpu.or.id
0 komentar:
Posting Komentar