Search

Content

Jumat, 30 September 2011

Antara Dubai, Nairobi dan Somalia



Catatan Perjalanan Tim PKPU ke Somalia (18)

Gemerlapnya Dubai
Seperti membandingkan antara siang dan malam. Itulah perumpamaan sederhana untuk menggambarkan antara Dubai, Nairobi dan Somalia. Saling berdekatan tetapi menanggung nasib tidak sama.

Lima jam transit di Bandara Internasional Jebel Ali, Dubai sudah cukup untuk mencari gambaran betapa megah dan gemerlap Dubai. Gedung pencakar langit tinggi menjulang angkasa. Kesan moder sangat terasa. Dubai yang dulu tanah tandus berubah begitu mempesona. Semua yang dibutuhkan tersedia dan tertata dengan rapi.

Apapun yang diinginkan akan gampang didapatkan. Makanan dan minuman selalu tersedia kapan saja bagi mereka yang lapar serta dahaga. Begitu dipesan tidak lama kemudian makanan sudah ada di meja. Orangnya bersih-bersih dan wangi. Keamanan terjaga selama 24 jam non stop sehingga tak ada perasaan was-was di sana.

Hawa Sejuk Kenya
Bergeser sedikit ke Nairobi Kenya, hawa sejuk masih terasa. Jarang ada ibukota di dunia di Afrika berhawa dingin seperti di Nairobi. Pagi hari suhu bisa 12 derajat celsius. Kota Nairobi yang merupakan ibukota Kenya tengah gencar-gencar membangun. Di banding Jakarta memang masih jauh tertinggal tetapi dalam beberapa puluh tahun ke depan kota ini akan jauh lebih maju.

Cina memegang peranan besar menguasai pembangunan infrastruktur Kenya. Hal ini terlihat dari hampir sebagian besar pembangunan fisik Kenya dikerjakan oleh kontraktor Cina, mulai bandara, gedung-gedung pencakar dan jalan.

Kepedihan di Somalia
Suasana kontradiktif terlihat di Somalia. Negara kaya dengan sumber daya alam ini luluh lantak  dan jauh dari rasa aman. Rumah-rumah dihiasi dengan lobang bekas tembakan senjata. Jutaan rakyatnya hidup di pengungsian karena bencana kelaparan berkepanjangan. Musim kering membuat panen pertanian gagal. 

Rakyat-rakyat di pedesaan berdesakan menuju ibukota membangun tenda pengungsian guna mendapatkan bantuan makanan. Sebagian besar lainnya bertahan di alam terbuka safana Afrika antara perbatasan Kenya dengan Somalia di kawasan Wajir, Mandera, Dadaab dan lainnya.

Di pengungsian Somalia, disini orang menahan perut karena kelaparan, dan memang tidak ada yang dapat di makan. Untuk mendapatkan air harus berjalan puluhan kilometer. Bantuan kemanusiaan merupakan satu-satunya harapan besar ditunggu setiap waktu. Nyaris tidak ada rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan kecuali relawan-relawan kemanusiaan yang memberanikan diri untuk membantu sesama.

Negara-negara Barat, Eropa termasuk Afrika berjanji memberikan bantuannya kemanusiaan mengatasi bencana kelaparan di tanduk afrika ini, khususnya  di Somalia, termasuk lembaga dunia PBB. Tetapi mengapa begitu banyak lembaga turun dan begitu besarnya dana kemanusiaan yang dikumpulan seakan tidak merubah keadaan di Somalia terutama kondisi para pengungsi yang tetap dilanda kelaparan? Apa sebenarnya yang terjadi di balik bencana ini? Mungkin inilah di antara pertanyaan besar harus dijawab untuk membantu Somalia keluar dari krisis. 






:: Laporan Elfiyon Julinit dan Sukismo, Tim Kemanusiaan Indonesia Aid For Somalia PKPU dari Nairobi, Kenya
:: www.pkpu.or.id

0 komentar:

Posting Komentar

Sahabat

Artikel Terbaru

Arsip Blog