Search

Content

Tampilkan postingan dengan label Info. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Info. Tampilkan semua postingan
0 komentar

Ketegaran 20 Siswa SD Maulumbi



Berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki merupakan sesuatu yang sudah lumrah. Namun, sekitar 20 siswa Sekolah Dasar Inpres (SDI) Maulumbi, Kecamatan Kanbera, Kabupaten Sumba Timur, setiap pagi harus berenang mengarungi aliran sungai yang deras untuk bisa mencapai sekolahnya.

Mereka harus telanjang saat berenang agar pakaian seragam dan bukunya tidak basah. Mereka harus bertarung melawan bahaya ancamana bintang buas seperti buaya yang sewaktu-waktu bisa muncul.

Disaksikan Pos-Kupang.Com, Senin (30/5/2011) pagi, sekitar 20-an siswa SDI Maulumbi, Kecamatan Kanbera, Kabupaten Sumba Timur berenang melintasi aliran sungai yang cukup deras untuk menuju ke sekolah. Saat tiba di tepi Sungai Maulumbi, baik laki-laki maupun perempuan harus meanggalkan pakain mereka. Hal ini bertujuan agar pakian dan perlengkapan sekolah mereka tidak basah. Selanjutnya, pakain seragam, sepatu dan buku pelajaran disimpan dalam tas sekolah dan terjun ke dalam sungai.

Kurang lebih sepuluh menit, anak-anak usia tujuh hingga 15 tahun ini berada di dalam aliran sungai. Selain itu, mereka juga harus berenang ketika berada di tengah sungai yang cukup dalam. Setelah tiba diseberang sungai, anak-anak tersebut baru mengenakan kembali pakain masing-masing untuk melanjutkan perjalan ke sekolah.

Di Sungai Maulumbi, terlihat sejumlah orang tua para siswa ikut membantu menyeberangkan anak-anak mereka. Hal ini disebabkan, selain aliran sungai yang deras dan juga dalam, di lokasi tersebut juga merupakan daerah yang sering dilalui buaya muara.

"Setiap pagi saya datang antar anak saya sampai ke sebrang sungai baru saya pulang, siang juga datang jempu karena takut ada buaya di sini," demikian Ny. Erlin Konda Nguna (23) salah seorang orang tua para anak-anak tersebut.

Dia menjelaskan, biasanya kalau musim hujan dan terjadi banjir besar maka anak-anak dari Kampung Pa'da Karamba, Kecamatan Kanbera tidak bisa pergi ke sekolah. Hal ini disebabkan, para orang tua dan juga siswa tidak bisa menyebrangi sungai tersebut.

"Memang ada satu sampan di sini, tapi hanya bisa muat empat orang," jelasnya.

Laporan wartawan Pos Kupang, John Taena
Baca selengkapnya »
0 komentar

Informasi Terkini Bencana Kawah Timbang Batur Banjarnegara

 Barak Pengungsi di Balai Desa Batur

PURWOKERTO - Rabu pagi (8/6/2011), Tim Rescue PKPU kembali memberangkatkan tim keempat ke lokasi bencana Kawah Timbang di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Tim yang diberangkatkan langsung dari Purwokerto dan beranggotakan 5 orang tersebut dipimpin langsung oleh Indra Budi Legowo.

Untuk 3 hari kedepan, PKPU akan melaksanakan beberapa kegiatan antar lain trauma healing bersama badut PKPU, pemutaran film edukasi, pembuatan taman bacaan, dan pembuatan posko dapur air di lokasi pengungsian.

“Kami bisa memahami bila para pengungsi sudah merasa bosan tinggal cukup lama di lokasi pengungsian. Karena itu, kami sengaja memilih kegiatan yang ringan tapi dibutuhkan untuk menghibur pengungsi sekaligus menghilangkan rasa bosan mereka,” kata Indra begitu tiba di lokasi pengungsian pukul 11.00 WIB. Hari ini, lanjut Indra, PKPU membawa beberapa dus berisi buku bacaan dan logistik berupa persediaan untuk sarana dapur air di lokasi pengungsian.

Saat berita ini ditulis, status Kawah Timbang masih siaga. Setelah sehari sebelumnya sempat mengalami peningkatan, aktifitas kawah mulai mengalami penurunan. Konsentrasi CO2 juga mengalami penurunan hingga pada angka 1,07 %.

Saat bertemu dengan warga di Diusun Simbar, didapat informasi bahwa sudah dua hari ini asap putih yang keluar dari Kawah Timbang sudah tidak terlihat.Walaupun demikian, Pihak PVMBG belum menurunkan status kawah timbang.

Sementara di posko pengungsian, kondisi pengungsi masih terlihat lelah. Raut bosan amat sangat terlihat di wajah setiap pengungsi. Kondisi fisik yang mulai melemah pun membuat banyak diantara mereka yang memeriksakan kesehatannya di posko layanan kesehatan. 

Sesuai rencana, Tim PKPU akan dibagi 2 group. Group pertama sebanyak 2 orang akan ditugaskan untuk diperbantukan sebagai tenaga medis, dan 2 orang lagi untuk Trauma Healing dan Pemutaran Film. Tim PKPU di lapangan akan terus mengupdate informasi kepada masyarakat terkait kondisi yang terjadi di Gunung Dieng. (PKPU/Priambodo/Purwokerto)

Baca selengkapnya »
0 komentar

OPTIMALISASI MANAJEMEN BENCANA



Bagi manusia, bencana sesungguhnya bukan hal baru dalam perjalanan perkembangan kehidupannya.  Lewat bencana yang terjadi berkali-kali dalam sejarah manusia, akhirnya manusia secara terus-menerus melakukan inovasi untuk bisa terhindar dari bencana. Walaupun demikian, bencana tetap saja bencana, ia memiliki karakter khas berupa sulitnya diprediksi dan dikendalikan dampaknya bagi kehidupan manusia. Dalam  bencana alam yang bersifat terbatas dan lokal, manusia sedikit banyak mampu meminimalisir dampak serta kerugiannya, namun ada lebih banyak lagi bencana alam yang ternyata manusia tidak sanggup untuk memprediksi dan menghindar dari terjadinya bencana tersebut. Yang bisa dilakukan ketika bencana alam telah terjadi bagi manusia adalah bagaimana mengelola kondisi pasca bencana. Upaya atau pengelolaan ini meliputi pengelolaan korban yang selamat, barang yang masih tersisa serta hal-hal lain yang menjadi daya dukung pemulihan pasca bencana.

Tulisan di bawah ini sedikit banyak mengulas bagaimana sebenarnya potensii bencana alam di Indonesia, kiprah NGO (Non Govermental Organization) atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam penanganan bencana serta upaya-upaya optimalisasi pengelolaan manajemen bencana   alam yang terjadi, khususnya yang bisa dilakukan oleh kalangan NGO atau LSM.

Indonesia dan Potensi Bencana
Indonesia, negeri indah di jamrud khatulistiwa bukan saja berlimpah sumber daya alam begitu banyak, ternyata negeri ini sekaligus memiliki potensi bencana yang tak terkira. Ada begitu banyak ragam bencana yang terjadi di negeri ini. Secara geografis dan alami, Indonesia juga merupakan suatu kawasan dunia yang berpotensi mengalami bencana alam besar terutama gempa bumi, tsunami, gunung meletus, semburan atau lelehan produk gunung api, longsoran dan tanah bergerak (land slip), badai, dan lain-lain.

Kejadian-kejadian tersebut tidak bisa dihindari karena kenyataanya letak wilayah kepulauan Nusantara secara geologis berada pada kawasan hiperaktif di antara pertemuan lempeng-lempeng (kerak bumi/samudra) besar dunia, yakni Lempeng Benua Asia yang bergerak ke arah selatan dan timur di bagian utara, Lempeng Samudra Hindia dan Australia sebelah selatan dan barat yang bergerak ke utara, serta Lempeng Samudra Pasifik di sebelah timur yang bergerak ke barat.

Disebabkan terdapatnya pertemuan antara lempeng-lempeng bumi tersebut, maka bencana alam merupakan suatu fenomena yang “wajar” terjadi, khususnya yang berupa gempa, letusan gunung berapi bahkan tsunami dalam berbagai skalanya.   Masyarakat  yang tersebar di pulau-pulau yang ada di Indonesia mau tidak mau memiliki peluang cukup besar untuk bersinggungan dengan bencana dalam tingkatan yang berbeda-beda situasinya, sesuai tempat tinggal serta karakter bencana yang ada di sekitarnya. Melihat kondisi tersebut, bukan saja tempat tinggal berupa kampung-kampung pemukiman, desa bahkan kota besar-pun idak bias lepas dari kemungkinan bencana. Penduduk di manapun tinggalnya, harus rela  hidup dan membangun kehidupan dalam intaian rawannya bencana alam. Hal ini akan lebih parah saat masyarakat ternyata tidak mampu mengenali daerah serta karakter bencana alam di lingkungan tempat tinggal mereka sehingga mereka tidak mempersiapkan diri sejak dini bagaimana cara untuk hidup berdampingan dan "aman" di kawasan semacam itu.

Kenyataan Indonesia sebagai “daerah bencana”  dapat kita cermati misalnya sepanjang tahun 2004-2006. Saat  belum lagi kering luka anak bangsa di Aceh dan Sumatera Utara akibat tsunami pada Desember 2004, tiba-tiba Nias dan Simeleu berduka akibat  gempa susulan yang tidak kalah dahsyat dengan tsunami pada Maret 2005. Pasca itu, bencana seakan susul-menyusul tidak kenal berhenti. Di awal tahun 2006, Indonesia kembali diguncang bencana dahsyat berupa terjadinya tanah longsor di kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara. 

Setelah itu, dari waktu ke waktu terus terjadi berbagai bencana di beberapa daerah di Indonesia. Masing-masing bencana tersebut tentu saja mengakibatkan sejumlah kerugian yang tidak sedikit, baik pada harta benda maupun pada hilangnya jiwa akibat jadi korban bencana. Menghadapi berbagai bencana yang terjadi, tentu saja kita tidak bisa hanya menunggu  adanya bantuan yang datang dari Pemerintah. Sebagai wujud kepedulian, seyogyanya, siapapun dapat segera tanggap untuk membantu mereka yang tertimpa bencana.

saat bencana menerpa, tidak perlu kita menuding siapa yang salah dan siapa yang paling bertanggungjawab dalam hal itu. Cukuplah kita bantu segera para korban bencana yang terjadi tanpa melihat latar belakang serta perbedaan yang ada pada diri korban. Dan bagi mereka yang selama ini terlibat di lapangan, khususnya kalangan NGO atau LSM yang memiliki konsens pada respons dan pengelolaan pasca bencana mengutamakan menolong korban jauh lebih penting dari sekedar berwacana dari mana atau apa yang menyebabkan bencana terjadi. Jangan sampai terjadi kembali lkasus-kasus yang terjadi pasca bencana yang berupa lambannya pemerintah serta aparatt yang datang dan membantu para korban bencana.

Kiprah NGO (LSM) dalam Penanganan Bencana
Di dalam penanganan bencana alam, masalah kelambanan pengelolaan adalah masalah klasik. Ini terus terulang dalam berbagai tempat bencana yang terjadi. Dimana-mana yang dalam penanggulangan akibat bencana alam bisa karena masalah dana, juga bisa karena kinerja, dan yang lebih parah jika suatu Pemerintah Daerah tak pernah membentuk tim atau gugus tugas untuk melakukan menejemen bencana. Padahal kita tahu bahwa dengan melakukan menejemen bencana dengan baik, dengan melibatkan para pakar, ahli serta mereka yang memiliki pengalaman memadai insyallah akan bisa sedini mungkin diketahui atau diprediksi kawasan rawan bencana dan kemungkinan-kemungkinan lain. Dalam kaitan tersebut misalnya, para pakar hidrologi bisa memperkirakan suatu kawasan yang memungkinkan terjadinya luapan air, bisa mengetahui penyebab dan memberi solusi untuk mengatasi atau mereduksi dampak surplus air akibat tingginya curah hujan. Pakar pertanahan bisa meneliti dan mengetahui dampak curah hujan yang tinggi pada struktur tanah. Sehingga bisa memberi peta sebagai ‘warning’ kepada para warga dan pejabat mengenai kawasan yang rawan longsor. Sedangkan pakar bangunan dan pakar tata kota bisa memperkirakan daya tahan suatu bangunan, kondisi riol, struktur bangunan dan perkiraan daya tahannya. Walaupun begitu, terkadang ada sebagian bencana yang terjadi tanpa bisa diprediksi terlebih dahulu, misalnya tiba-tiba sebuah tempat yang mengalami longsor. Ini terjadi bisa saja karena curah hujan yang tiba-tiba sangat tinggi, karena pusaran angin yang membawa awan bisa tiba-tiba berubah arah dengan kecepatan yang tinggi.

Meski demikian, menejemen bencana yang memadai diperlukan guna mengantisipasi sejumlah hal yang tidak kita inginkan. Salah satu sarana atau hal yang harus tersedia dalam proses antisipasi bencana adalah ketersediaan dana. Masalah dana adalah masalah yang cukup vital, mengingat  setiap kali terjadi bencana selalu saja kita memerlukan akselerasi penanggulangan dan rehabilitasi kawasan yang setiap hari digunakan masyarakat, seperti jalan, jembatan dan sebagainya, termasuk rehabilitasi rumah warga yang menjadi korban. Akibat dari itu semua, maka soal bencana alam akhirnya menjadi bagian dari otonomi daerah, karena tak bisa berharap banyak dari bantuan pemerintah pusat.
Selama ini rakyat yang tertimpa bencana alam selalu berharap banyak pada pemerintah setempat, dan sangat jarang korban bencana alam menyebut-nyebut bantuan dari pemerintah pusat. Sehingga ketangguhan suatu pemerintah daerah yang saat ini dalam era otonomi daerah, juga diuji dari kemampuannya dalam menanggulangi bencana alam. 
Bencana alam yang tak bisa diprediksi adalah gempa bumi, sehingga menejemen bencana lebih terarah pada daya tahan atau mutu bangunan. Namun mengingat bencana di Nias, dan kondisi bangunan di Indonesia, maka hal yang terpenting dari menejemen bencana di era otonomi daerah adalah ketersediaan dana pemerintah daerah.

Dengan adanya menejemen bencana yang rapi, maka soal penanggulangan akibat bencana alam tak lagi menempuh langkah improvisasi dalam masalah dana. Seperti diketahui, saat terjadi bencana alam, langkah pertama adalah penampungan sementara bagi para korban dan untuk ini diperlukan dana bagi pangan dan obat-obatan. Setelah itu upaya rehabilitasi yang memerlukan dana lebih besar.

Manajemen Kebencanaan
Pengelolaan kebencanaan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok aktivitas, yaitu : pra bencana, (saat) bencana, dan pasca bencana.

Pra bencana: Pada masa pra bencana atau disebut juga sebagai fase penyadaran akan bencana, jajaran pers dapat memainkan perannya selaku pendidik publik lewat artikel ataupun berita yang disajikannya secara priodik, terencana, populer, digemari dan mencerahkan serta memperkaya khazanah alam pikiran publik dengan target antara lain : (1) peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bencana, mekanisme quick respon, langkah-langkah resque yang perlu, cepat dan tepat untuk meminimalisasi korban serta menekan kerugian harta/benda, (2) pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui muatan-muatan artikel tematis yang bersifat penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap potensi, jenis dan sifat bencana), (3) perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang; (4) pelestarian lingkungan.

Saat Bencana: Ketika bencana, disebut juga aktivitas emerjensi dan resque. Dalam periode ini dunia jurnalistik lebih menonjolkan penyajikan berita dan informasi yang bersifat menyejukkan hati para korban, mengurangi dampak susulan, menumbuhkan optimisme, di samping pengumuman-pengumuman identitas korban baik yang meninggal maupun yang mengungsi, alamat-alamat posko bantuan, lokasi puskesmas, poliklinik dan rumah sakit, lokasi pengungsian, serta melakukan peran kontrol terhadap kiprah para pelaku dan pemberi pertolongan yang kerap mengedepankan aktivitas kemanusian dan rasa kepedulian, dibalik keinginannya untuk mempromosikan diri ataupun organisasi. Hal tersebut di samping untuk memudahkan dan memperlancar sang korban sesegera mungkin memperoleh kebutuhan dasarnya, juga memberikan informasi bagi para relawan yang hendak membantu dalam penyediaan berbagai kebutuhan primer korban, seperti : (1) sandang dan pangan; (2) sarana berlindung, rumah/barak penampungan, kemah, payung, jas hujan, jaket/baju tebal, selimut, dsb; (3) sarana kesehatan diri (obat-obatan dan kebutuhan darah) dan kesehatan lingkungan (air bersih dan MCK di tempat pengungsian); (4) peralatan ibadah, sekolah dan olah raga; (5) perlengkapan/peralatan ibu-ibu hamil, bayi dan jompo; dll.

Laporan-laporan yang mendalam hasil investigasi langsung dari lokasi bencana memberikan muatan news value yang cukup signifikan, eksklusif, dan berbobot. Berita-berita seputar drama kemanusiaan yang sangat humanistik dalam proses pencarian, penemuan dan perjumpaan kembali dengan sahabat, kerabat dan famili yang hilang saat bencana merupakan potret utuh refleksi egalitarianisme serta keikhlasan manusia tanpa diembel-embeli oleh nilai-nilai materialisme, dan atribut-atribut sosial yang dalam kondisi normal mempunyai posisi tawar tertentu. Hal semacam ini tentunya sangat layak di tampilkan dalam rangka peneguhan aktualisasi diri pers di tengah masyarakat.

Pasca Bencana: Dalam keadaan pasca-bencana yang disebut juga sebagai periode recovery dan rehabilitasi, kegiatan-kegiatan pers dapat difokuskan dalam bentuk laporan-laporan secara luas dan mendalam, tentang konsep dan strategi pembangunan kembali infrastruktur, terutama fasilitas sosial dan fasilitas umum yang hancur/rusak akibat bencana, antara lain : (1) pembangunan kembali jalan, sekolah, rumah ibadah, saluran irigasi, dsb; (2) pembangunan sarana kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan; (3) pemberdayaan korban bencana; (4) bantuan pelayanan rehabilitasi mental dan cacat; (5) fasilitator proses repatriasi serta relokasi dan pemulangan kembali para korban, (6) pemberdayaan ekonomi dan sosial kebudayaan korban dan lain-lain.

Pak Nana
GM Marketing & Internal Affairs
PKPU-Lembaga Kemanusiaan Nasional
Baca selengkapnya »
0 komentar

Beberapa Istilah dalam program Pendayagunaan (empowering)


Dalam dunia pelaksanaan program, kita mengenal bebrapa istilah, speerti di bawah ini, semoga tulisan ringkas ini bermanfaat untuk kita semua. Bila ada perbedaan persfektif silahkan didiskusikan di forum ini:

1. Input (masukan) adalah sumber daya yang digunakan untuk memberikan layanan. Input merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat/besaran sumber daya, SDM, material, waktu, teknologi dsb yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan. Indikator input meliputi biaya personil, biaya operasional, biaya modal dll. 
Contoh-contoh: 
a. rupiah yang dibelanjakan untuk peralatan;
b .jumlah jam kerja pegawai yang dibebankan; 
c. biaya-biaya fasilitas;
d.ongkos sewa; 
e. jumlah waktu kerja pegawai.



2. Output (luaran) adalah produk dari suatu kegiatan yang dihasilkan satuan kerja perangkat daerah. Output adalah tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang dan jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. 
Contoh: 
  • jumlah izin yang dikeluarkan; 
  • jumlah panjang jalan yang diperbaiki; 
  • jumlah orang yang dilatih; 
  • jumlah kasus yang dikelola; 
  • jumlah dokumen yang diproses
  • jumlah klien yang dilayani.

3. Outcome (hasil) adalah menggambarkan hasil nyata dari luaran (output) suatu kegiatan. Outcome merupakan ukuran kinerja dari suatu program dalam memenuhi sasarannya. Outcome digunakan untuk menentukan seberapa jauh tujuan dari setiap fungsi utama, yang dicapai dari output suatu aktivitas (produk atau jasa) telah memenuhi keinginan masyarakat yang dituju. Outcome adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program atau kegiatan yang sudah dilaksanakan. 
Contoh, jumlah bibit unggul yang dihasilkan dari suatu kegiatan adalah output, sedangkan besar produksi padi/ha adalah outcome.



4. Benefit adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat, stakeholders, Pemda, institusi dll dari hasil.



5. Impact (dampak) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.


Catatan: di ambil dari berbagai sumber.
Tulisan : 
Ahmad Firdaus
Education Program Manager
PKPU, Lembaga Kemanusiaan Nasional 
Baca selengkapnya »
0 komentar

Info Beasiswa DPMM (Disaster Preparedness, Mitigation and Management)- AIT(Asian Institute of Technology)




Teman-teman penggiat kerja-kerja kemanusiaan
Berikut saya sampaikan informasi program Master Degree, Master Professional dan Doctoral di DPMM - AIT. Mohon maaf untuk penerimaan ganda dan ketidaksesuaian penterjemahan;

Disaster Preparedness, Mitigation and Management (DPMM) adalah sebuah program interdisiplin di Asian Institute of Technology (AIT) yang memberikan pembelajaran mengenai kesiapsiagaan bencana, mitigasi dan manajemennya.

DPMM bekerja sama dengan beberapa organisasi Internasional (UN-OCHA, The Asia Pasific Initiative on Disaster Management and Humanitarian Assistance, JAXA, ADPC, ITC Netherland, dll) sebagai partnernya untuk meningkatkan pemahaman yang lebih luas dan berbagi pengetahuan tentang isu kebencanaan dari tingkat internasional hingga lokal.

Lulusan program DPMM diharapkan dapat berperan penting dalam mengembangkan kebijakan, strategi dan teknik managemen bencana yang sesuai, sebagaimana meningkatkan kesadaran untuk melindungi masyarakat serta menciptakan masyarakat yang tahan terhadap bencana.

DPMM membuka pendaftaran 2x setiap tahun untuk  Master Degree, Professional Master Degree dan Doctoral Program. Aplikasi sudah harus diterima AIT paling lambat 15 November untuk kelas Januari dan 15 Juni untuk kelas Agustus.

Tersedia beasiswa bagi pelamar yang memiliki prestasi akademik dan atau pengalaman yang sesuai di bidang bencana. 

Download brosur DPMM.

Info beasiswa yang tersedia di AIT dapat dilihat di link berikut ini; 



informasi dari Arie Ratna Agustien
DPMM - Master Student
Asian Institute of Technology
Khlong Luang, Pathumthani
Thailand
Baca selengkapnya »
0 komentar

Belajar Dari Penanganan Bencana Tsunami Jepang



Dari Tsunami di Jepang kita bisa mengambil banyak pelajaran disana, beberapa hal yang menurut pendapat saya bisa menjadi acuan untuk penanganan bencana di Indonesia
 
1.bantuan ke Jepang.

Membanggakan ada wacana bagaimana membantu Jepang. Dalam kondisi tanggap darurat sungguh memilukan memang. Dalam ukuran kurang dari 30 menit semua berubah. Hilang lenyap semua kemegahan dan kehebatan teknologi. Untuk bantuan tanggap darurat  baru USA, Korea, UK, China dan Jerman beroperasi dengan peralatan lengkap disertai dengan anjing pelacak. Melihat situasinya, tim tamu harus mandiri mulai dari BBM, transportasi dan logistic. Suhu di kawasan utama bencana kurang dari 10derajat.



Dengan meledaknya PLTN, pasokan listrik berkurang drastis. Sekarang pemadaman bergilir, berhentinya layanan kereta api dan bus, lift dan toko2 ditutup, kemudian kurangnya pasokan makanan (beras, roti, sayuran, susu dan kebutuhan primer lain). Untuk membelinya harus antri puluhan meter, mulai pagi, jam12 ludes habis dan toko tutup. BBM juga terhambat pasokannya, antri ratusan meter. Yang unggul posisi adalah angkatan laut (Amerika, Jepang) yang bisa beroperasi dari laut



2. Siaran TV

Saya sependapat bahwa siarann tv masih seperti radio bergambar. Coba saja liat komentator olahraga, menceritakan detil arah bola, pergerakan pemain dll.

Nah dalam menyampaikan reportase bencana, kita bisa belajar banyak. 3 hari pertama bencana, semua siaran tv tidak berbayar hanya focus satu hal meliput bencan tsunami, tidak ada iklan, tidak ada acara lawak, nyanyi dll, tidak ada pameran dan rebutan ucapan belasungkawa dari “bla bla”. Siaran yang ada tanpa mengaharu biru dengan tangisan, juga tidak diperlihatkan jenazah!!!, tidak ada Tanya jawab dengan korban sambil ditanya bagaimana perasaannya.

Nah berlindung dibalik UU kebebasan siaran, hak mendapatkan informasi bagi semua, rupanya bablas menjadi siaran seperti maunya TV tanpa mengindahkan etika. Rupanya masyarakat harus bisa memberikan SOCIAL PUNISHMENT, tidak harus lewat pengadilan, tapi gerakan tutup liat siaran. Harapan kita semua, bukan hanya cara belajar dalam penanggulangan bencana tapi juga reportase bencana yang beretika.



Dalam pengamatan, tidak ada caci maki terhadap pemerintah atau pelaku PB. Semua kompak bagaimana menyelamatkan saudaranya yang terkena bencana, tidak mencari dan menyalahkan. Kemudian, yang tampil di TV adalah para pofesional dalam bidangnya bukan hanya memberikan komentar. Itu juga suatu pelajaran sehingga tidak membangun opini yang salah. Mulai hari ke-3, sudah ada analisa mulai dari mekanisme gempa dan pola aliran tsunami yang ujungnya adalah bagaimana penanggulangan bencana ke depan.



3. EWS

Tidak ada suatu alatpun yang dapat diandalkan untuk warning tsunami kecuali gempa itu sendiri. Untuk orang jepang, alat EWS tsunami adalah gempa kuat itu sendiri. Otomatis sirene di kawasan pantai berbunyi dan warga pantai evakuasi ke daerah tinggi. Ini diperlihatkan pada saat gempa pada tanggal 9maret2011 (kekuatan 6.3). Nah, gempa kekuatan 9 dengan tinggi gelombang tsunami antara 4-7meter serta rendamannya sampai 5km diluar perhitungan. Bisa dilihat dari TV, masyarakat merasa sudah ada di ketinggian ternyata bisa dikejar oleh lidah tsunami. Dari pengamatan, tinggi gelombang pecah dipantai akan tetapi energy dan volume air yang mendesak dan merangsak jauh ke daratan. Beberapa rekan jepang disini mengatakan tidak percaya kejadian tsunami di Aceh, tetapi setelah mereka saksikan, tsunami Sendai kembaran tsunami Aceh. Baru mereka percaya.

Untuk informasi, Jepang tidak memang alat untuk warning system tsunami. Kalaupun ada masih dalam tahap eksperimen dan untuk deteksi sumber tsunami jauh misal dari Chili, California dll. Untuk sumber tsunami dekat ya warningnya gempa itu sendiri.



Hal lain, masyarakat Jepang sangat percaya dengan segala benteng di kawasan pantai mampu melindungi mereka dari tsunami. Minimal ada satu atau dua tanggul di depan pelabuhan dengan tinggi sesuai dengan rekaman tinggi tsunami sebelumnnya. Kemudian, semua jalan yang terbuka ke pantai dilengkapi oleh dinding pintu baja setebal 50cm dengan tinggi 3m yang akan menutup secara otomatis bila sirine peringatan berbunyi,  dengan maksud untuk menghambat aliran air(gempa lagi jam 11.09)  Fakta tsunami yang datang ternyata lebih tinggi dari yang pernah tercatat dalam sejarah.



Salah satu kawasan terkenal di Mie Perfecture (dekat Nagoya, pernah dikunjungi pada 2007 dan 2009) dilengkapi dengan 3 lapis barier di laut dan pintu baja yang akan otomatis menutup bilamana sirene berbunyi. Untuk daerah yang dilingkari pantai dan sungai, didirikan menara dengan ketinggian 10m karena catatan sejarah tsunami 1954 tinggi air mencapai ketinggian 6m. nah, warga Jepang pada umumnya dilatih untuk bertahan selama 4 hari sebelum datang bantuan pemerintah. Mereka diajarkan bertahan hidup sampai bantuan datang. Di daerah ini, penguasa utama bencana adalah pak Camatnya yang secara otonom membangun system PB tsunami, dilengkapi dengan seismogram yang dijaga selama 24jam. Untuk info, semua pemerintah local disini melengkapi diri dengan seismogram, juga perguruan tinggi. Ketika gempa dirasakan, bisa dilihat infonya di layar. Info tersebut sebagai alat keputusan evakuasi atau tidak.



Dalam kasus Sendai, bantuan penyelamatan yang datang pada hari ke-2 sudah luar biasa. Bayangkan bahwa luasan bencana luar biasa, dan sulit didatangi, akan tetapi bisa kita bandingkan prosentase korban manusia dengan kerusakan fisik yang terjadi seperti di bawah ini



Casualties by the Eartquake and tsunami

As of 14:00Z 14 March 2011 by the Japanese Fire and Disaster Managemet (JFDM)

1.Dead: 1,154 persons

2.Missing: 1,956 persons

3.Injured: 2,650 persons

4.completely collapsed houses: 4,716

5.half and partially damaged houses: 68,229

6. Fires: 224 events (142 fires were already extinguished)





Untuk Indonesia memasang dan memelihara alat deteksi tsunami selain mahal dan yang diuntungkan adalah India, Srilangka dan Australia. Kenapa? Sumber gempa kita sangat dekat dengan daratan sehingga alat kita kalaupun berfungsi terlambat memberikan informasi. Untuk Negara lain, ada waktu untuk menyiapkan diri sebelum gelombang tsunami datang. Oleh karena itu, dalam waktu dekat, cara murah untuk EWS tsunami ya evakuasi dulu ketika dirasakan gempa cukup kuat. Menyebalkan, bt dan capek bila tsunami gak datang? Jangaaann, bersyukur pada Mahakuasa yang bisa kita Lakukan.


Source : Milis Bencana ( tulisan Haryadi Permana)


Baca selengkapnya »
0 komentar

Freedom Flotilla II Siap Berlayar Bulan Mei 2011



Masih ingat tragedi berdarah pembunuhan aktivis kemanusiaan yang tergabung di Freedom Flotilla, saat berusaha mengirimkan bantuan ke Gaza?


Mereka dibantai oleh pasukan Zionis Israel yang sudah kehabisan akal untuk menghentikan aksi dunia yang ingin agar aksi blokade Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza di akhiri.Pada waktu itu armada enam kapal bantuan disergap oleh angkatan laut Israel. Sebanyak sembilan aktivis tewas dan lebih dari lima puluh luka-luka

Di dorong  rasa kemanusiaan dan solidaritas dunia, misi Flotilla II siap diberangkatkan. Sejumlah besar negara manyatakan partisipasinya dalam misi ke dua Flotilla menembus Gaza. Sebut saja Eropa, Amerika Utara, Afrika Utara,Asia, Amerika Latin, hingga Australia menyatakan siap untuk ikut berangkat bersama 15 kapal yang dipenuhi sejumlah bantuan, mereka tidak lagi tersekat pada batas-batas negara, pekerjaan, dan iodeologi. Wartawan, politisi, aktivis kemanusiaan hingga seniman akan bersatu dalam rombongan besar itu. Perbedaan agamapun tidak lagi menjadi sekat. Islam, Kristen, Hindu, Budha bahkan Yahudi akan bersatu dalam satu Misi..."Solidaritas Untuk Palestina".

Saya sendiri, sangat ingin bisa ikut (semoga ..)..sekarang isu Palestina bukan lagi hanya masalah Agama Islam saja, tapi ini adalah masalah kemanusiaan, bagaimana kita peduli menyaksikan Bayi, wanita, anak-anak yang terus dipaksa untuk menunggu dan terbelenggu. Belum lagi serangan-seranagan sepihak Israel yang seringkali korbannya adalah anak-anak. Kalaupun tidak bisa ikut, minimal bisa menyumbangkan doa dan dana terbaik kita. Semoga pada misi kali ini mampu menembus Blokade Gaza, karena seperti yang disampaikan salah satu aktivis yang akan ikut Flotilla II " Kami akan berlayar ke Gaza sampai Palestina Bebas, Ancaman peluru Israel terlalu kecil untuk menggoyahkan niat kami"

Berikut Pernyataan Resmi tentang Pelayaran Flotilla II


Official statement
THE FREEDOM FLOTILLA II WILL SAIL TO GAZA
DURING THE LAST TWO WEEKS OF MAY 2011
DSCF2184
The city of Madrid (Spain) hosted on 4th, 5th and 6th February 2011 the meeting of delegates from different organizations that comprise the International Coalition of the Freedom Flotilla II. The meeting, organized by the host delegation Rumbo a Gaza, was attended by delegates from Algeria, Canada, Scotland, Spain, France, Greece, Holland, Ireland, Italy, Jordan, Kuwait, Malaysia, Norway, Sweden, Switzerland and Turkey. Also, in the course of the meeting, updates were received about the work of organizations in Germany, Australia, Belgium and Denmark.
The organizations gathered in Madrid reiterated our strongest condemnation and rejection of systematic aggression that the State of Israel has inflicted on the Palestinian people for over 60 years and its continued violations of international law. We also denounce the passivity, if not outright complicity of our governments to actions that constitute a crime against humanity.
The Gaza Strip has become a symbol of the systematic and planned aggression against the entire Palestinian people. For almost five years, over a million and half people have been subjected to a criminal and illegal blockade, a medieval siege in which the State of Israel has become the master of life and death for Gazans. This collective punishment combined with devastating military attacks launched by Israel's army on the defenseless population of the Gaza Strip: 500 killed in Operation Summer Rains 2006, more than 1,400 killed in Operation Cast Lead December 2008 and January 2009, more than 80 killed in 2010 during various other assaults.
Gaza is a territory intentionally reduced to misery. 80% of its inhabitants depend on humanitarian aid for food, 70% of households live on less than one euro per day for each of its members, over 40% of the population is unemployed. The State of Israel has kidnapped people physically as well as kidnapping their rights, their dreams and hopes as they have been doing for more than 60 years.
Because of the silence and inaction of our governments to these crimes against humanity, the international civil society campaign has grown since 2008 when the siege was broken for the first time by two small boats and last year the first Freedom Flotilla was launched. A well known fact, the Israeli army attacked this Flotilla in international waters, in what constituted a flagrant violation of international shipping laws, murdering nine activists, injuring 50 others, kidnapping everyone on board, and hijacking the boats.
More determined than ever to break and end the blockade, the Coalition announced today that during the second half of May 2011 Freedom Flotilla II will sail. To this end there will be at least twice as many boats carrying many more volunteers and more aid. The expedition will sail in order to force Israel to respect international law and to mobilize civil societies' support and solidarity with the Palestinian population of Gaza as well as bring attention to the wider issue of the host of human rights abuses carried out by the Israeli state against the entire population of Palestine.
We are closely following the big change that is being brought in Tunisia, Egypt and the wider Arab world by the emergence of civil societies' demand for true democracy, social justice, freedom and respect of human rights. The long Palestinian struggle against occupation and violence deserves the support of the international community. Freedom Flotilla II integrate its action into that large movement focusing on breaking and ending the siege in Gaza. Palestinian people and historically, Mediterranean Sea people, have the same rights on their territory, territorial waters and air space. Therefore our expedition, Freedom Flotilla II, has become more important and necessary than ever.
We will sail to Gaza until Palestine is free!
International Coalition of the Freedom Flotilla II
Madrid, 7th February 2011
              Koran Republika

Baca selengkapnya »
0 komentar

International Training Course on Disaster Risk Management of Cultural Heritage 2011


Ritsumeikan University, Disaster Mitigation of Urban Cultural Heritage (Rits-DMUCH) Kyoto Japan dan UNESCO akan menyelenggarakan International Training Course on Disaster Risk Management of Cultural Heritage 2011. Training akan dilaksanakan pada tanggal 10 - 24 September 2011di Kyoto dan Kobe Jepang.
Pendaftaran ditutup tanggal 20 April 2011. Bagi peserta dari developing countries ada fasilitas gratis (tuition fee, tiket PP, akomodasi dll).

Bagi  teman - teman yang berminat dapat mengecek deksripsi program, eprsyaratan dan prosedurnya pada link berikut ini. http://www.ritsumei-gcoe.jp/heritagerisknet.dmuch/itc/index.html
Kalau tidak bisa dapat dilihat juga melalui:
http://www.ritsumei.ac.jp/eng/html/news/article.html/?param=53 

Demikian info ini semoga bermanfaat.

Baca selengkapnya »
0 komentar

Milis Bencana



Kita hidup di negara yang rawan bencana, ditiap sudutnya tidak ada tempat yang sama sekali terbebas dari resiko bencana. Pengalaman saya ketika berada di beberapa lokasi bencana, kebanyakan orang masih mempunyai ersepsi bahwa bencana ini datang tak diduga sehingga tidak ada persiapan matang serta sangat minim kesigapan aktif, sehingga peran NGO maupun pemerintah seringkali masih menjadi satu-satunya harapan masyarakat yang terkena bencana.

Namun, tahukah teman, bahwa bencana itu sebenarnya dapat diprediksi dan dipetakan, paling tidak ada unsur-unsur yang bisa dievaluasi sehingga korban meninggal dapat diminimalisir terlepas dari takdir Allah swt,Karena itulah sekarang ini sebenarnya yang dikembangkan adalah pola CBDRM, atau Community Base Disaster Risk Management. sederhananya adalah "Penanggulangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas"

ini nih definisi CBDRM : 

Pengelolaan risiko bencana dilakukan dari, oleh dan untuk komunitas atau kelompok masyarakat di wilayah rentan bencana.
Artinya masyarakat yang merencanakan, melaksanakan, melakukan monitoring dan mengevaluasi semua kegiatan untuk mengurangi risiko bencana. Siapa yang mendanai? yang mendanai adalah negara, karena penanggung jawab utama keselamatan dan kesejahteraan bangsa ini adalah negara, melalui Pemerintah. Dana harus dianggarkan dari APBN dan APBD, soal mekanismenya diatur dalam Perda. Atau bisa juga melalui swadaya masyarakat dan pihak lain.

Saya masih perlu banyak belajar mengenai hal ini, begitu juga dengan hal-hal lain seputar bencanam, alhamdulillah..jempol buat mas Djuni, yang secara mandiri, swadaya dan sukarela membuat milis bencana, milis yang didirikan pada tanggal 22 Agustus 2007 dengan tujuan sebagai ajang diskusi dan berbagi ttg isu-isu penanggulangan bencana, Sebagian besar anggota milis adalah adalah para pegiat atau pemerhati di bidang PB dengan berbagai latar belakang spt aktivis LSM, perguruan tinggi (dosen, peneliti, mahasiswa/siswi), pemerintah pusat dan daerah, masyarakat di tingkat basis, lembaga internasional, swasta, dll. 

 Jadi.yuk ikutan gabung.... untuk membantu penanggulangan bencana dan khususnya pengurangan risiko bencana di Indonesia



Baca selengkapnya »
0 komentar

Aku Mau Pintar, Inilah Respon Kami!


Keranjang kecil itu nampak membebani pungung anak-anak yang sedang sibuk membolak-balik tumpukan sampah. Sesekali mereka turunkan keranjang kecil itu sejenak kemudian bangkit kembali mencari sesuatu yang berguna di bukit sampah itu, TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Langkah kakinya terseok-seok karena beratnya beban di punggung mereka. Pakaiannya kotor bercampur tanah kotor dan sampah busuk, baginya sekolah adalah sebuah impian


Masih dekat dengan Ibu Kota Negara, di Bekasi anak-anak belajar menggunakan tempat ibadah dan halaman depan rumah warga. Bukan hanya panas yang dirasakan karena berdempetan dengan jalan, tetapi mereka juga harus menahan malu karena setiap saat dilihat lalu lalang orang. Di Bogor, anak-anak harus sekolah dengan kondisi gedung di topang beberapa kayu. Bila kayu tersebut terlepas, mereka yang sedang belajar pastinya akan tertimbun atap sekolah.

  
Kita saksikan puluhan anak-anak Mentawai harus mempertaruhkan nyawa dengan mengarungi pinggiran samudera terombang ambing di lautan lebih dari satu jam ke Sikakap hanya untuk sekolah dan belajar. Kondisi ini dilakukan karena daerah mereka di Tubeket tidak ada sekolah, sekolah hanya 1 ruangan yang sudah usang di makan waktu dengan guru yang tidak lulus SMP dan belum bisa berbahasa Indonesia. Kondisi lain yang lebih buruk juga dapat kita temui di daerah-daerah lain di negeri yang kita cintai ini.



Aku mau pintar adalah sebuah deklarasi yang penuh keyakinan dan harapan dari setiap anak, landasan keyakinan ini karena memang setiap anak mempunyai dunia ideal tanpa beban dan penuh harapan karena ketika anak merasakan dunia idealnya dipenuhi masalah orang dewasa, baik keluarga, maupun lingkungan sekitarnya.



Menjadi pintar dan menjadi tahu akan suatu hal merupakan hak setiap anak. Hal ini juga termaktub dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 ayat 1, dalam Undang-Undang ini juga memberikan penekanan kepada Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua untuk bertanggung jawab dan berkewajiban merealisasikan hak-hak anak, termasuk menjadi pintar.



Sekolah gratis tidak cukup bagi mereka. Mereka perlu buku, seragam, dan alat tulis serta keperluan lain yang tidak sanggup mereka jangkau. Iming-iming Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja tidak cukup bagi sekolah, karena rusaknya bangunan sekolah akibat di makan usia tidak mampu tertutupi. Gaji tinggi saja tidak cukup untuk para guru, mereka perlu sebuah revolusi peningkatan kapasitas, dan peduli saja tidak cukup bagi kita tanpa terlibat langsung bersama mereka yang membutuhkan.



Selama 11 tahun pengabdian PKPU, bersama dengan segenap komponen masyarakat berusaha memberikan jawaban tentang keinginan anak yang ingin pintar. PKPU menjalankan program-program pro anak dengan melibatkan semua komponen yang ada, diantara program yang sudah dijalankan. Pertama, Program Panti Asuhan. Program ini sudah berjalan sejak tahun 2005, merupakan respon dan jawaban terhadap keluhan anak-anak yang ditinggal orangtua karena bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh akhir tahun 2004 dan konflik yang berkepanjangan sebelum itu.  



Kedua, Beasiswa Peduli Generasi. Program beasiswa diberikan kepada anak-anak yang berprestasi namun karena satu dan sebab lain memiliki kekurangan (dari keluarga tidak mampu), sehingga menghambat proses pendidikan yang dijalankannya. Sampai saat ini PKPU sudah memberikan beasiswa lebih dari 1.100 anak di seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, Sekolah Unggulan. PKPU memberikan alternatif pendidikan yang lebih baik dengan memberikan sekolah yang bisa menjadi contoh bagi sekolah lainnya, sampai saat ini sudah ada tiga sekolah, 2 di Aceh dan 1 di Bekasi.



Keempat, Bedah Sekolah Indonesia. Dengan program bedah sekolah, PKPU melakukan renovasi dan perbaikan pada sekolah-sekolah yang tidak layak untuk melakukan proses kegiatan belajar mengajar. Dalam program ini pelibatan semua elemen sekolah, seperti orangtua murid, guru, yayasan lokal, masyarakat dan tokoh-tokohnya serta pemerintah. Dalam 1 tahun sudah lebih dari 5 sekolah yang dibedah. Dengan bedah sekolah ini, ratusan anak sudah bisa tersenyum kembali. 



Kelima, perpustakaan. Program perpustakaan terbagi dalam 2 tipe, perpustakaan tetap dan perpustakaan keliling. Untuk perpustakaan keliling menggunakan basis motor untuk wilayah pedesaan dan mobil untuk wilayah perkotaan, program ini memberikan secara aktif bacaan-bacaan dan sumber ilmu yang bermutu kepada ratusan ribu anak baik dipelosok maupun anak-anak jalanan di kota. Sampai saat ini perpustakaan keliling terdapat di beberapa wilayah sebagai berikut: (1) Perpustakaan Keliling Berbasis Motor di wilayah Medan, (2) Perpustakaan Keliling Berbasis Motor di wilayah Padang, (3) Perpustakaan Keliling Berbasis Motor di wilayah Bandung dan sekitarnya, (4) Perpustakaan Keliling Berbasis Motor di wilayah Jogjakarta, (5) Perpustakaan Keliling Berbasis Mobil di wilayah Jabodetabek. 



Keenam, Pelatihan Guru. Program pelatihan guru diberikan untuk sekolah-sekolah dari tingkat TK, SD dan SMP, selain diberikan pelatihan, guru-guru juga mendapatkan pembinaan agar ilmu dari pelatihan dapat dijalankan dengan baik, sekaligus memberikan kontrol kualitas sekolah. Selama Tahun 2010 guru-guru yang sudah dilatih mencapai 9.386 guru yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Ketujuh, Sekolah Siaga Bencana. Program sekolah siaga bencana di rancang dalam rangka memperkenalkan tentang kebencanaan kepada anak sejak usia sekolah, sehingga mereka lebih tahan dan tanggap terhadap bencana.



Kedelapan, Program Sekolah Berbasis Komunitas diselenggarakan dalam rangka mewadahi (1) anak-anak yang marginal karena berbagai alasan tidak mampu untuk bersekolah (2) simbiosis mutualisme antara peran sekolah dengan peran masyarakat. Masyarakat butuh sekolah dalam rangka melanjutkan dan merawat nilai-nilai kearifan lokal, sedangkan sekolah butuh masyarakat dalam rangka menunjang segenap aktifitas yang dilakukan. 



Kurikulum pendidikan diperkaya dengan kurikulum kearifan lokal, bersama mengembangkan potensi yang ada di masyarakat, seperti SBK di Gorowong, Garut. Pembelajaran tentang pohon albasiah dan beternak domba, dua komponen ini merupakan sumber utama penghasilan masyarakat.



Dengan delapan pilar ini, PKPU memberikan jawaban bagi anak-anak yang mendeklarasikan diri untuk tetap menjadi pintar walaupun segala keterbatasan menghadang. Sikap empati dan kepedulian untuk bersama dinantikan mereka, bisa jadi “AKU MAU PINTAR” bukan hanya sekedar impian, tetapi dunia nyata yang sudah ada di hadapan, dan kita semua bisa menjadi “malaikat” untuk membantu harapan-harapan mereka. Semoga!



*) Ahmad Firdaus SPd, MA | Manager Program Pendidikan PKPU pkpu.or.id

Baca selengkapnya »

Sahabat

Artikel Terbaru

Arsip Blog