Search

Content

Tampilkan postingan dengan label Humanitarian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Humanitarian. Tampilkan semua postingan
0 komentar

Faza dan Kholid Ikut Masuk Koran


Maksudnya foto faza dan kholid, anak pertama dan kedua saya ikut nampang dikoran. Saat itu saya ikut dalam agenda peresmian Jamban sehat di kecamatan Susukan desa Brengkok Kabupaten Banjarnegara. Bantuan dari PKPU berupa jamban sehat nantinya akan digunakan untuk umum dengan dua ruang ukuran 1,5 m.

Saya biasa melibatkan anak-anak dalam aktivitas kemanusiaan, ikut mengenalkan walaupun mereka masih dibawah usia lima tahun saat ini. Masa-masa golden age ini sebisa mungkin distimulan dengan kekayaan pengalaman lapangan, bertemu dengan banyak orang dan bertemu dengan berbagai macam kondisi.

Saya hendak berkata, ini lho yang ayahmu lakukan, dan hal ini membuat anak-anak terbiasa untuk traveling ^_^ terbiasa untuk bertemu dengan banyak orang. Situasi ideal yang nantinya saya harapkan, kecerdasan spiritual dan emosional anak-anak bisa terus meningkat.

Apapun situasinya, libatkan anak-anak kita, libatkan dan percayalah, mereka akan menemukan lebih banyak alternatif pemecahan masalah disaat dewasa kelak, dibanding ketika masa kecil mereka diisi dengan bermain game console yang melenakan.

Baca selengkapnya »
0 komentar

Di Kedalaman 45 Meter, Sumber Kehidupan Itu Memancar

 
 
Sepintas lalu, ketika saya membaca tentang misi dan ambisi besar menjelajah planet mars, mengirimkan robot untuk mengidentifikasi bebatuan dan jejak kehidupan di planet merah ini. Indikator kemungkinan terbesar planet ini pernah dihuni makhluk hidup, adalah ditemukannya jejak air. Huff air menjadi indikasi kehidupan, mungkin kita pernah juga mendapat pelajaran biologi sederhana ini, manusia dapat hidup lebih dari tiga hari tanpa makan, tapi tanpa air, entah hanya berapa jam dia bisa bertahan hidup.

Pernahkah membayangkan seandainya air ini susah kita dapatkan, ah tidak usahlah dibayangkan, kondisi ini sudah dihadapi sebagian besar penduduk republik ini. Bulan Maret ini, kami di pkpu purwokerto mendapat misi dari pkpu pusat mengalirkan harapan kehidupan ini, sumber mata air yang bisa diakses publik dan bisa dimanfaatkan untuk mengurangi beban hidup untuk sekedar meneguk segarnya air yang biasanya hanya didapat setelah bersusah payah berjalan, atau membayangkan beratnya ketika musim kemarau datang.

Sebenarnya saya sendiri kurang bisa bahasa Inggris, nama programnya Water Sanitation..maaf kalau salah dalam penulisan. Sepuluh titik daerah rawan kekeringan di wilayah banyumas coba kami jelajah untuk  membuka harapan ini. Mulai dari survei lokasi, pembuatan sumur baik bor maupun gali, kemudian melakukan edukasi untuk memanfaatkan fasilitas umum ini. Tidak mudah dan cukup melelahkan, tentu saja ada kemungkinan peluang ini terbersit, tapi terlalu sedikit dibanding semangat kami untuk menjalankan tugas ini. 

Namanya Muharram Nurdian, seorang relawan kami yang seringkali hanya seorang diri mengawali tugas ini, mensupervisi sekaligus melakukan eksekusi lapangan. Kebetulan saya berkesempatan ikut meresmikan disalah satu titik lokasi dari sepuluh titik yang dimanahkan. Desa Mandirancan, di salah satu sudut desa, dengan kondisi kontur perbukitan, dengan tanjakan curam dan hanya bisa dilalui sepeda motor.

 
 
 
Di sini air baru mengalir setelah di bor dikedalaman sekitar 45 meter, ya 45 meter, cukup dalam untuk mendapat semburat pancaran air. Lega rasanya ketika air dapat mengalir dan warga tersenyum, saat musim kering nanti tidak perlu berjalan jauh untuk mendapatkan seember air. 
 
Tanah didaerah ini pernah merekah, dan sempat pernah longsor, kondisi ini yang kata tukang bor sumur menyebabkan air susah didapat, saat meresmikan yang membuat terharu adalah kehadiran seorang kakek, yang saya lupa namanya bersikeras untuk ikut, karena lokasinya cukup tinggi dan licin, kakek ini sempat dilarang untuk ikut karena beliau memakai tongkat sebagai alat bantu agar membuat  dirinya mampu melangkah dan tegak berdiri. 






Baca selengkapnya »
0 komentar

Perjalanan Kemanusiaan Menuju Rohingnya



Seperti biasa, konsentrasi pkpu tidak hanya pada saudara kita yang ada didalam negeri, yang memang merupakan prioritas utama. Ikatan atas rasa kemanusiaanlah yang kemudian juga menjadikan kami terus bergerak untuk juga membantu saudara yang berada di luar sana, yang seringkali tidak mendapat wadah cukup di media, bahkan seringkali tak ada tempat sama sekali untuk penyampaian penderitaan mereka.

Setelah Somalia, yang hingga kinipun masih terus kita dampingi, kondisi muslim di Rohingnya yang merupakan minoritas dan dianggap bukan warga Myanmar. Mengalami sejuta asa dan penderitaan. Kami mengumpulkan bantuan dan donasi dari saudara muslim yang ada di Indonesia yang kemudian dikawal agar sampai pada tangan-tangan yang membutuhkan. Melewati dan melampaui sekat batas kewarganegaraan, dengan segala resiko yang dihadapkan. Sekali lagi, atas nama kemanusiaan.

Berikut tulisan mba Rahma Damayanti dan foto-foto yang dokumentasi perjalanan Tim PKPU mendistribusikan bantuan ke Rohingnya.

On Rohingya Journey

Berkaca pada kota-kota di Myanmar, maka kita seperti terlempar pada situasi Indonesia 30 tahun yang lalu. Orang-orang lalu lalang dengan menggunakan sarung. Ke kantor, ke sekolah, atau ke tempat-tempat publik lainnya. Para perempuannya mengunakan sejenis bedak dingin di kedua pipinya. Fasilitas umum masih tertinggal dibanding kota-kota lain. Biaya bertelpon super mahal. Demikian Manager DRM memulai kisah perjalanan aksi kemanusiaannya di Sittwe, Myanmar di ruang salam pagi PKPU, Senin 19 November 2012.

Sebuah perjalanan bersama relawan DRM lainnya, Suharjoni. Aksi kemanusiaan dalam rangka mengemban beberapa amanah sekaligus untuk para pengungsi Rohingya di Sittwe, Ibukota negara bagian Rakhine, barat Myanmar. Amanah yang diemban antara lain, distribusi logistik bahan makanan pokok, pembangunan shelter dan pembangunan sumur pompa tangan di lokasi pengungsian, serta pelaksanaan ibadah kurban.


Keinginan PKPU untuk membangun shelter disambut cukup baik oleh pemerintah Sittwe. Sittwe memang daerah yang yang paling rawan di Myanmar. Kamp pengungsian terbesar berada di Sittwe. Jejak-jejakan kampung muslim yang terbakar masih terlihat jelas. Namun, untuk menyamarkan bekas pembakaran, pemerintah setempat menginstruksikan aparatnya untuk menebang pohon-pohon yang tersisa di bekas perkampungan yang terbakar. Tak ada sekolah untuk muslim Rohingya di Sittwe. Bahkan sekolah darurat sekalipun.  


Indonesia bagi para pengungsi Rohingya, bagaikan saudara lama yang bertahun tak bertemu.  Mereka sungguh antusias dan jernih menyambut kedatangan tim aksi kemanusiaan PKPU. Kerinduan pada saudara seiman yang peduli kepada nasib mereka di negeri yang tak mengakui keberadaan mereka.
Nobody's people in a no-man's land. Demikian AlJazeera.com menuliskan. Tanpa kewarganegaraan.

Kondisi kamp pengungsian sangat menyedihkan. Kamp compang-camping yang tak dapat menahan hujan. Anak-anak kecil yang sakit tidak diobati sebagaimana mestinya. Raut wajah penuh derita. Ekspresi kesedihan yang bisa ditutupi dengan senyum sekalipun. Lantai tenda usang itu hanyalah sebuah terpal yang sama kumalnya. Sebagian dari mereka bahkan memilih tidur beralaskan rumput memandang bintang di langit malam. Para lansia yang sakit seolah menunggu kabar kematiannya sendiri.


Berbeda dengan kamp pengungsian muslim Rohingya, kamp pengungsi budha dan hindu yang ikut terusir karena konflik, justru sangat baik keadaannya. Shelter mereka terlihat lebih bagus daripada rumah asli mereka. Kebutuhan perangkat rumah tangga jauh lebih lengkap. Pengungsi budha dan hindu, adalah pengungsi yang lebih berbahagia. Mereka mudah sekali bertepuk tangan untuk merayakan kebahagiaannya.


Komitmen PKPU adalah menolong lintas ras dan agama. Walau keadaan pengungsi rohingya sangat memprihatinkan, pengungsi budha dan hindu tetap menerima bantuan. Ini juga yang menjadi kunci, memudahkan pemerintah Sittwe memberikan izin pembangunan shelter untuk pengungsi Rohingya.


Tim PKPU tak semata mengunjungi dan mendistribusikan bantuan di Sittwe. Tim juga datang ke Ayeryawadhy, di pinggir kota Yangon. Desa ini desa yang terisolir. Dikepung desa-desa lain yang telah dialiri listrik dan jalan aspal yang bagus, desa ini gulita di kala malam. Jalan aspal berhenti ketika memasuki desa ini. Perbedaan yang jelas.


Konflik yang sempat memanas di akhir Oktober, menyebabkan jatuhnya korban tewas dan gelombang pengungsi rohingya yang baru di kamp Sittwe, memaksa para ulama lokal menyerukan pembatalan penyelenggaraan ibadah kurban. Festival kurban yang biasa dilakukan penduduk muslim Myanmar. Hari tasyrik, kebetulan juga jatuh di hari raya
full moon bagi umat budha. Festival kurban atau pemotongan sapi-sapi akan memicu konflik berikutnya.

Alhamdulillah, pemotongan hewan kurban dapat berjalan di beberapa tempat. Tentu, semuanya dilakukan dalam senyap dan tanpa keramaian. Sedang beberapa hewan kurban lain, dipotong dan didistribusikan sebagai kornet. Semua dilakukan dalam diam. Dalam kesunyian.


Sungguh, bukan perjalanan yang sederhana. Untuk mendokumentasikan kegiatan saja, dilakukan sembunyi-sembunyi. Selain doa dan persiapan yang rapi, sebuah aksi kemanusiaan juga harus disertai dengan banyak kerja keras, strategi, kreatifitas, improvisasi, serta sebuah kemampuan mengkomunikasi ide yang mempuni. Sebuah perjalanan yang mengajari sebuah kearifan. Tugas PKPU di Sittwe belum selesai. Demikian juga perjalanan ini belum akan berakhir.
Wallahualam.

Terima kasih kepada seluruh donatur, yang telah mengamanahkan harta terbainya untuk membantu saudara kita di Rohingnya, dan misi kemanusiaanpun masih berlanjut. Hari ini Tim PKPU sedang menuju Gaza, mencoba menembus dan menyalurkan bantuan untuk saudara kita di Gaza setelah sebelumnya di bombardir oleh Israel. mohon doa dari sahabat semua

Dok. Foto :

Source : https://plus.google.com/photos/115703126356304219831/albums/5794550171019074497/5794550199259326098

 1. Setelah 4 hari mencoba, akhirnya berhasil mendapat akses dan tiket pesawat ke kota Sittwe yang terlarang untuk orang asing. Sebuah kesempatan besar dan langka. 

Pesawat ATR 72- 500 siap menerbangkan saya (P Tommy) menuju Kota Sittwe ibu kota Rakhine State tempat terjadinya konflik antara Muslim Rohingya dan Budha Rakhine



 Gizi buruk mulai menyerang anak- anak di kamp pengungsian Baw Du Pha, 40 menit dari kota Sittwe.



Seorang pengungsi Rohingya sedang membuat rumah bambu di pengungsian Thet Kay Pyin, 30 menit dari Kota Sittwe. 

Pengungsi Rohingya tergeletak tak berdaya menunggu antrian pemeriksaan relawan dokter yang jumlahnya sangat terbatas di penampungan pengungsi Bumay Township. 



Relawan PKPU (bertopi) membantu mengangkat bantuan agar tidak kehujanan di Desa Aung Mingala, Kota Sittwe.








Warga Rakhine bebas beraktivitas dan bekerja di Kota Sittwe, sebaliknya Rohingya terkurung dalam blokade militer dan polisi.


 Sarah (nama samaran) tidak bersekolah dan terpaksa berjualan sirih sejak sekolahnya ditutup paska kerusuhan menerjang desanya, Aung Mingala.

Baca selengkapnya »
0 komentar

Cerita di Balik SQN PKPU 1433 H, Mendadak Fotografer


Yang tidak kalah penting, dari semua proses yang kami lalui, mulai dari awal mencari pequrban,mencari hewan qurban terbaik sesuai spesifikasi yang di janjikan, kemudian penentuan titik-titik distribusi dan rekruitmen relawan serta pembekalannya, persiapan sampai penyembelihan sesuai syariat di lokasi. Maka peranan fotografer lapangan menjadi mutlak diperlukan. Bagaimana pengambilan gambar saat pemotongan dan distribusi juga merupakan tantangan tersendiri. 

Bagaimana melaporkan kondisi lapangan dan hewan Qurban yang disembelih diperlukan pelatihan dan pembekalan tersendiri. Ini terkait dengan tanggung jawab pelaporan, karena donatur pequrban sudah mempercayakan kepada PKPU untuk mendistribusikan hewan qurbannya, mereka tidak hadir saat penyembelihan karena lokasinya yang memang seringkali langsung berada di pelosok lokasi distribusi sesuai kriteria daerah minus, daerah rawan pangan dan bencana, dan juga daerah rawan aqidah.

Untuk memaksimalkan SDM yang ada, maka semua tim juga dibekali teknik fotografi sederhana untuk memaksimalkan hasil foto, mulai dari tingkat kecerahan jangan sampai gambar blur, dan lain sebagainya. Oh ya model fotonya bukan yang megang kambing lho..tapi kambingnya. Repot kalau kambingnya berontak atau wajahnya noleh kebelakang, nda mau di foto (he he). Mengatur posenya itu lhooo biar pas, susah ^_^.

Intinya kami berusaha melakukan yang terbaik, agar semua proses bisa berjalan maksimal sampai akhirnya kemudian laporan sampai di tangan donatur pequrban, dan kemudian sedikit menceritakan proses yang kami lakukan, kami senang dan bersemangat menjalankannya.



Baca selengkapnya »
0 komentar

Cerita di Balik SQN PKPU 1433 H, Ratusan Kupu-kupu di Tepian Serayu


Hari terakhir tasrik, senin masih ada penyembelihan 50 ekor kambing dan 4 ekor sapi. Saya dan fuad, salah satu relawan SQN Pkpu mendapat amanah di daerah Somakaton, Somagede Banyumas. Dari Purwokerto memakan waktu sekitar 1 jam perjalanan.

Dua ekor sapi akan disembelih didaerah ini daerah tepian sungai serayu yang penduduknya sebagian menjadi penambang pasir sungai. Daerah yang kami masuki masih berupa tanah, aspal sudah ada tapi mulai rusak, sepanjang perjalanan saya melihat dump truck berseliweran, menyebabkan jalan menjadi rusak.

Dua ekor sapi yang akan kami sembelih sempat salah satunya kabur, dan lari menuju pekarangan warga, butuh waktu cukup lama untuk menangkap kembali. Akhirnya setelah tertangkap segera disembelih dan diolah untuk kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik sebelum didistribusikan.

Disela jeda istirahat, oh ya saya belum bercerita. Anak-anak saya, Faza (4th) dan kholid (3th) minta ikut, jadilah mereka ikut berpetualang, selain menjelaskan tentang Hari Raya Idhul Adha, mereka juga meyaksikan penyembelihan sapi. Kembali melanjutkan cerita, disaat jeda istirahat kami menuju tepian sungai yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari lokasi penyembelihan, beberapa warga yang ikut membantu pemotongan berniat untuk mencuci jeroan sapi. Kamipun ikut berjalan, anak-anak bersemangat untuk ikut, terutama Faza, Kholid minta di gendong di pundak..huff beratnya .
Jalan yang kami lalui masih tanah, sampai lokasi.Subhanallah, kami disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Sungai yang tenang dan lebar, maklum sungai serayu merupakan salah satu sungai terbesar didaerah Banyumas. Nampak seorang kakek pengendali rakit, menambatkan rakitnya ditepian sungai, rakit ini biasa digunakan untuk menyeberang. Sejenak saya dan anak-anak duduk diatas bukit kecil, kemudian kami melihat sesuatu yang unik, ada ratusan kupu-kupu yang nampak bergerombol di tanah.

Ami Fuad mengajak Faza untuk turun, serta merta Faza berlari kearah kupu-kupu..dan kemudian ratusan kupu-kupu tersebut beterbangan mengelilingi, mirip di film-film. Indahnya, beberapa kali anak-anak nampak berlari menghampiri kupu-kupu, berjingkat kemudian melompat dan kemudian kembali kupu-kupu terbang layaknya pusaran angin.
Usai dari tepian sungai kami melanjutkan tugas, distribusi dan kemudian berkemas menuju kali bagor, hujan deras mengguyur dan anak-anak bersembunyi di balik mantel. Perjalanan harus dilanjutkan, karena seusai dari Kalibagor masih harus membantu di daerah Kembaran, tempat dimana disembelih 50 ekor kambing dan 2 ekor sapi.
Anak-anak tidak nampak kuyu, bersemangat bahkan walau hujan deras sempat menerjang sepanjang perjalanan dari Banyumas. Ini bentuk edukasi langsung buat mereka, bukan hanya teori. Dan usai semua tugas hari ini, kamipun bercerita dirumah, berkumpul kembali ditengah kehangatan keluarga, ditunggu umminya anak-anak yang sudah ditinggal seharian. Jam 18.30 Alhamdulillah akhirnya kami kembali kerumah. Ada banyak pelajaran, ada banyak kebijaksanaan yang kami dapatkan. 



Baca selengkapnya »
0 komentar

Cerita di Balik SQN PKPU 1433 H, Grumbul Juwiring


Ibadah Qurban menjadi momen berbagi dan bersilaturahim, berkumpul mengolah daging, berkerumun dalam penyembelihan. Belajar banyak makna keikhlasan dan silaturahim. Disamping itu semua, ibadah kurban ini nge-link dengan ibadah haji. Disaat ditanah suci menjalani prosesi haji, ditanah air menyembelih qurban. Jika ditanah air menyatukan tetangga, di tanah suci bertemu dengan saudara muslim dari seluruh penjuru dunia.

Ada sedikit ironi, banyak kejadian hewan qurban menumpuk diperkotaan, terutama di perumahan. Sehingga distribusinya pun seringkali tumpang tindih. Ikhtiar dari PKPU sebagai lembaga kemanusiaan Nasional, menyebarkan hewan qurban kewilayah minus. 

Saya mendapat amanah di wilayah karesidenan Banyumas, bersama rekan relawan lain berusaha seoptimal mungkin mendistribusikan agar tepat sasaran. Banyak cerita yang mewarnainya, hal inilah yang membuat kami terus bersemangat.

Salah satu yang berkesan adalah ketika kami harus mendistribusikan ke wilayah Desa Binangun, Banyumas. Lokasi tepatnya di grumbul Juwiring. Lokasinya berada diatas ketinggian 385 mdpl. Dengan membawa daging sapi yang sudah disembelih di bawah. Kami naik menggunakan sepeda motor, jalan menanjak dengan kemiringan 75 derajat, sempat  harus jalan karena motor nda kuat naik.



Memadukan info dari GPS di android dan bertanya ke warga, setelah kesasar dan sampai wilayah tower - tower televisi berada (kata warga ada 13 tower televisi disana). Akhirnya sampai juga dilokasi, perasaan bercampur aduk antara haru dan puas karena sampai lokasi. Bayangkan satu grumbul dengan 185 kk hanya ada 1 pekurban kambing. Daging sapi yang kami bawa saat itupun jumlahnya tidak terlalu banyak, sekitar 70 kantong dengan berat 1kg, jumlahnya belum mencukupi semua kepala keluarga. Semoga suatu saat nanti kami akan kembali dengan jumlah yang lebih besar. Saya akan menceritakan hal ini pada para donatur, salam dari mereka dan terimakasih atas kepeduliannya, Allah akan membalas dengan kebaikan yang berlipat. Itu doa mereka...
Baca selengkapnya »
0 komentar

Peresmian Mushola Al Firdaus Pabuwaran








 Alhamdulillah, Akhirnya Mushola ini berdiri, kemudian kami menamainya mushola Al Firdhaus. Diresmikan oleh bapak Lurah Pabuwaran 19 Juli 2012, berikut sekilas awal mula pembangunan Mushola dan penggalangan dana yang kami lakukan via jejaring sosial selain juga donatur lokal yang sudah mensupport baik dana maupun material dan yang lannya.

 .......................
Bismillah, alhamdulillah pembangunan Mushola yang berlokasi dipemukiman padat penduduk Rt 1 Rw 6 Kelurahan Pabuwaran dimulai. Ahad 29 April 2012 dibangun pondasi yang dikejakan gotong royong warga. Mushola ini di bangun di atas tanah wakaf, sebagai inisiator saya ikut bertanggung jawab akan terbangunnya Mushola ini.

Berawal dari keprihatinan
Ide awal pembangunannya di mulai bulan Januari 2012, kondisi warga yang hampir 80% tidak mengerjakan shalat, setelah sy silaturahim ternyata lebih karena mereka belum pernah belajar shalat secara detail, hanya sekedar pada gerakan. Ditambah dengan kondisi perekonomian dengan mayoritas penduduk adalah pekerja serabutan dan istri-istri mereka adalah wanita karir (sambil tertawa mereka bercanda akan pekerjaan istri mereka yang bekerja sebagai PRT). Sejak itu kemudian kami membentuk ta'lim untuk bapak-bapak yang fokus belajar shalat dan belajar membaca Al Qur'an. Disusul dengan ibu-ibu yang belajar Tahsin yang dikelola istri dan majelis ta'lim yang dikelola teman. Anak-anak pun kita fasilitasi TPA yang saat ini bertempat dirumah kami, yang terintegrasi dengan pendidikan karakter. Alhamdulillah dalam perjalanan waktu, ada salah seorang warga yang mewakafkan tanahnya untuk dibangun Mushola berukuran 7x7 meter.

Memulai Menggalang Dana
Singkat cerita, dibentuklah panitia kecil yang mengawal pembangunan Mushola, termasuk didalamnya pak RT. Dari rumah ke rumah, teman dan saudara kita kontak dan ikhtiar ini kemudian berbuah hasil dengan dana terkumpul mencapai sekitar 8 juta. Dan kemudian proposal saya ajukan kesalah satu yayasan yang concern untuk pembangunan tempat Ibadah, alhamdulillah di acc dan mendapat bantuan berupa material serta biaya tenaga kerja. Material berupa bangunan minus Pondasi, Kayu-kayu Kusen, listrik dan Atap yang ini harus di penuhi secara swadaya.

Memulai Pembangunan
Alhamdulillah dengan dana yang sudah ada kita memulai pembangunan, diawali dengan pembuatan pondasi oleh warga ahad 29 April kemarin dan mulai pengerjaan tukang hari rabu 3 Mei 2012. Warga tetap ikut membantu terutama untuk membawa material masuk kedalam gang, tadi malam juga sempat sampai jam 9 malam lembur membawa genteng.

Kendala
Setelah kami hitung bersama panitia, masih terdapat kekurangan dana sekitar lebih dari Rp 10jt yang akan digunakan untuk pembuatan atap baja ringan senilai 7jt dan membeli kelengkapan kusen senilai sekitar 3 jt. Untuk Listrik belum kita perhitungkan dulu.

Untuk foto dan catatan lengkap dapat dilihat di Facebook saya di http://www.facebook.com/notes/indra-budi-legowo/pembangunan-mushola-pabuwaran/10151613289930084
................

Peresmian Mushola

Mushola Al Firdaus di resmikan oleh Bapak Lurah Pabuwaran, Tanggal 19 Juli 2012 tepat sehari sebelum Ramadhan 1433 H, Acara sederhana namun berlangsung khidmat, selain sambutan juga di selingi dengan hafalan dari anak-anak TPQ Griya Qur'an dan Tausiyah dari ust Faqih Jalaludin Malik. 

Semangat untuk beribadah dan juga semangat bersatu sebagai sebuah muslim menjadi semangat didirikannya Mushola Al Firdaus ini. Jazakumullah kepada semua donatur yang sudah menginfaqqan hartanya, semoga menjadi sebuah amal Jariyah yang pahalanya terus mengalir.

 Shalat Isya Berjamaah Sebelum Acara Peresmian


 Bapak Lurah Bersama Warga dan Wakil Yayasan Ar Rohmah

 Tenda Untuk Warga yang Menghadiri Peresmian Mushola

 Warga Berbondong Menuju Mushola

 Sambutan Oleh Bapak Lurah Pabuwaran

Saya berencana membuat label khusus di blog ini untuk memposting perkembangan Mushola Al Firdaus ini ^_^.

Baca selengkapnya »
0 komentar

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (4)



Yang banyak orang tahu, padang pasir sulit ditumbuhi tanaman, Tapi disini, saya melihat tanaman sayur dan buah tumbuh subur. Yang mereka tanam semuanya berkualitas. Kami mengunjungi Menteri Pertanian Palestina, dia bilang, "Kalian tahu kapan tumbuhan disini tumbuh subur di bumi yang gersang ? sejak di blokade 2006. Karena tanah-tanah kami disirami darah-darah syuhada". Lalu menteri pertanian itu juga mencanangkan bahwa produk nasional sudah menjadi keputusan yang tidak bisa ditawar lagi. Sebelumnya, mereka bergantung pada Israel. Saat ini, mereka mampu swadaya dan tidak membutuhkan pasokan dari Israel.

Bayangkan, 98 persen mereka tidak bergantung lagi pada Israel. Ayam, tanaman buah, sayur mayur, lauk pauk, semua mereka adakan sendiri. Kami diminta mencabut tanaman paprika dan anggur yang tumbuh sangat subur. Dengan buah yang dihasilkan sangat berkualitas. Para petani pemilik tanaman itu berkata, "silahkan ambil. Karena bumi Palestina adalah rumah kalian". Tidak ada petani yang melarang kami petik tanamannya.

Menteri Pertanian Palestina adalah sosok menteri yang kami rasa layak menadi pemimpin di Gaza ini. Dia pernah dipenjara sela tiga tahun, dan selama itu dia menghafal 30 juz Al Qur'an. Dia mampu menghafal surat An Nisa selama 9 jam.

Di Gaza, buta huruf mendekati angka nol persen. Mulai dari yang buta, atau kaum difabel digratiskan sekolahnya. Saya juga diundang oleh 15 yayasan perempuan, seluruh perempuan yang ada di tempat itu bekerja seolah-olah mereka merdeka. Dalam kondisi diblokade, tertindas, mereka mampu memberdayakan perempuan, melakukan pelatihan ketrampilan, P3K, merehabilitasi mentalitas karena serangan-serangan. Dan untuk melakukan itu, mereka tidak membutuhkan ruangan yang besar, tapi ide-ide yang cemerlang.

Orang berlomba-lomba mendaftarkan diri sebagai penghafal Al Qur'an. Bahkan ada lembaga Tahfidz  perempuan yang sudah independen. Mereka tidak butuh guru laki-laki lagi. Mereka merasa bumi ini adalah bumi yang disucikan Allah, dan mereka harus mempertahankan bahkan merebut. Dan, banyak sekali tanah-ranah yang dirampas Israel, bisa mereka ambil kembali. Kata Ismail Haniya, "sejengkalpun kita tidak akan pernah membiarkan tanah Gaza dirampas dan harus kembali pada kami pemiliknya". Bersama itu, ada tanda-tanda tulisan " 85 kilometer lagi mendekati Al Quds". Mereka sangat yakin, bahwa kemenangan itu semakin dekat.

Kami dengar ceramah-ceramah mereka. Di situ mereka bilang, jika Israel bisa menghancurkan infrastruktur kami, tapi Israel tidak akan pernah bisa mengancurkan keinginan kami yang kokoh untuk mempertahankan Gaza ini. Mereka katakan, "kami tahu kami menderita, susah, tapi persoalan Al Aqsa adalah lebih utama dari persoalan penderitaan kami". Jujur, setelah melihat semua keajaiban itu, saya merasa sebenarnya bukan Gaza yang mendapatkan manfaat dari kedatangan kami, tapi kamilah yang mendapat banyak hal selama berada disini. Saya bisa simpulkan, bahwa apa yang saya ketahui tentang Gaza selama ini hanya 10 persen saja. Sisanya saya saksikan sendiri.

Yang dibutuhkan Gaza itu sebenarnya ada dua. Pertama adalah blokade itu harus dicabut. Kedua, pengakuan Internasional. Mereka merasa ada hak-hak mereka pada kita. Hak-hak ukhuwah. Mereka bilang,"Kewajiban kalianlah yang memberikan informasi ini kepada dunia Internasional agar blokade kami dilepas dan kami mendapat pengakuan Internasional".

Seringkali tercium aroma bunga yang sangat harum melintas. Ketika saya tanya salah satu syaikh, aroma apa ini ?, dia bilang kalau wangi ini adalah aroma kasturi. Dia bilang, ada peristiwa orang yang syahid.

Jika mereka benar-benar lepas dari blokade, Gaza akan melejit menjadi negara yang sangat kuat. Dari segi intelektual hingga penampilan. Mereka sepertinya sudah memahami pekerjaan dan kewajiban masing-masing,

Dulu, Almarhumah Yoyoh Yusroh, hanya enam jam berada di Gaza. Dan itu dalam kondisi pasca perang. Kesempatan kami kali ini jadi suatu anugerah. Yang namanya masuk Palestina harus diniatkan. Palestina harus ada dalam cinta kita. Bisa membuktikan cinta itu adalah anugerah yang sangat besar. Setidaknya itu yang saya rasakan setelah menyaksikan selaksa keajaiban di Gaza. selesai

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (1)

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (2)

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (3)

 

Sumber : 
Seperti dituturkan Nurjannah Hulwani kepada Purwanti dan Teni Supriyanti
Foto : knrp.or.id


Baca selengkapnya »
0 komentar

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (3)



Bertemu dengan Istri Syaikh Ahmad Yasin
Selama ini, saya hanya dengar kisah dan perjuangan Syaikh Ahmad Yassin. Disana saya bisa bertemu istrinya, saya bisa menggendong cucunya. Saya juga selama ini tahu Syaikh Ar Rantissi dari orang lain, disini saya bisa bertemu istrinya dan melihat makamnya. Dan rumah perdana mentri Palestina, Ismail Haniya, lokasinya tidak jauh dari rumah syaikh Ahmad Yassin dan Ar Rantissi.

Ketika kami datang ke keluarga Syaikh Ahmad Yassin, kami sudah diceritakan siapa syaikh Ahmad Yassin itu dari mulai profilnya, rumahnya dan perubahan luar biasa yang dilakukannya. Semula penduduk Gaza jauh dari agama, masjid-masjid kosong. Tapi semenjak dakwah yang dilakukan Syaikh Ahmad Yassin, masjid selalu luber, penuh. Kemudian pemuda-pemuda datang ke masjd untuk memenuhi masjid yang dulunya diimami orang yang buta dan tua, sekarang berganti dengan yang muda dan intelek. Sampai tidak ada bioskop di Gaza yang sebelumnya marak. Saat isteri Syaikh Ahmad Yassin menceritakan itu, rasanya tidak ada jarak diantara kami. Bagaimana gambaran masjid tempat Syaikh Ahmad Yassin melaksanakan shalat yang hancur diroket masih ada, selendangya, segala macam kenangan akan sang Syahid.

Berkunjung ke Makam Syuhada
Belum lagi ketika kita datang ke makam. Cerita-cerita hidup itu begitu menghantam ruhiyah kami. Dikatakan ada kuburan yang bertuliskan 'kullu nafsin dzaa ikotul maut' (setiap yang bernyawa pasti akan mati) ditujukan untuk orang yang meninggal biasa, seperti karena sakit atau karena tua. Tapi kalau yang meninggal itu syahid, ada tulisan yang artinya 'janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki' (Dikutip dari Al Qur'an surat Ali Imran Ayat 169-171)

Lalu saya tunjuk salah satu makam yang meninggal syahid. Ternyata itu adalah kuburan Syaikh Syiam. Dia adalah orang ketiga kelas kakap yang dibidik Israel. Satu makam ada tiga orang orang, satu anaknya dan keponakannya. Tubuh ketiganya hancur, kecuali kepalanya. Dan anaknya yang berusia 22 tahun hanya tinggal cicinnya. Bagaimana saya tidak merasa terpanggil,saya harus bertemu dengan ibu dari pemuda. Alhamdulillah, kami bertemu dengan ummu Mus'ab. Disitu kami diceritakan sebuah kisah luar biasa. Mereka mengorbankan seluruh harta yang dimiliki, suami yang mereka cintai, anak yang mereka kasihi dan sayangi demi kemuliaan bumi Gaza.

Setelah itu, pergilah kami ke kelompok-kelompok Tahfidz, dan kelompok cacat yang tengah di rehabilitasi. Selama ini biasanya kami melihat orang cacat karena kecelakaan. Mereka mengorbankan seluruh tubuh mereka untuk kemuliaan Al Aqsha. Di situ saya melihat mata yang tak lagi melihat, kaki yang tak lagi bisa berjalan. Tapi diwajah mereka tak saya lihat guratan kesedihan sedikitpun. Saya jadi bertanya, kontribusi apa yang sudah kita berikan demi kemuliaan Islam....bersambung

Tulisan Sebelumnya :

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (1)

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (2)

 

Sumber : 
Seperti dituturkan Nurjannah Hulwani kepada Purwanti dan Teni Supriyanti
Foto : knrp.or.id

Baca selengkapnya »
0 komentar

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (2)


 
"Cerita-cerita Hidup Mereka, Menghantam Kesadaran Kami" 


Kegelisahan Menanti Kepastian 
Beberapa hari di Mesir, kami melakukan kunjungan-kunjungan ke berbagai tempat. Mesir juga salah satu pusat peradaban. Kami mengunjungi museum, masjid, dan Piramid. Setelah itu, kami dapat kabar bahwa pada tanggal 13 Mei kami bisa berangkat menuju Rafah yang waktu tempuhnya hanya 6 jam. Kami dapat kabar bahwa pintu Rafah akan dibuka tanggal 20 Mei. Saya jadi teringat penundaan-penundaan yang terjadi pada aliansi internasional. Saya sampai bertanya-tanya, apa benar bisa dipastikan tanggal 20 Mei pintu Rafah dibuka? Tapi, sebelum berangkat, teman-teman dari Indonesia menyiapkan banyak alternatif. Pertama, kami berangkat atas nama ASPAC yang punya kekuatan lembaga. Kedua, kami sudah mengantongi surat ijin personal dan izin khusus.

Hati benar-benar gelisah menanti tanggal 20 Mei. Sampai rombongan inti membicarakan persiapan berangkat keesokan harinya. Mendengar hal itu, hati saya berbunga-bunga.  Pada saat perjalanan,sangat jauh berbeda ketika Hosni Mubarak masih berkuasa dengan kondisi sekarang. Meskipun saat itu yang masih berkuasa di Mesir adalah Militer. Kami sempat tidak nyaman juga karena jarak chek point di Al Arish cukup jauh, sekitar 6 jam perjalanan. Dan dari Al Arish masih 40 kilometer menuju Rafah. Dengan berbekal surat dan tim negoisasi yang handal, akhirnya kami berangkat di kawal panser-panser menuju Al Arish. Kami benar-benar merasa terhormat.

Setiba di Al Arish, kami diberitahu bahwa barang yang dibawa tidak boleh terlalu banyak. Di situ kami juga mendengar kabar bahwa di pintu Rafah ada semacam demo. Kami pun menunggu selama 3 jam dengan dikawal panser. Kita harus Berprasangka baik, karena memang niat kita baik. Allah takdirkan kami berangkat dengan niat yang sama, dan selama perjalanan kami banyak berdzikir. Alhamdulillah, perjalanan kami mulus hingga ke Rafah. 


Alhamdulillah Akhirnya Kami Menembus Gaza
Salah satu rombongan kami, belum memiliki visa. Dari awal, kami sudah  berikan gambaran bagi yang belum memiliki visa akan masuk ke Gaza melalui terowongan. Tapi sebelum itu, kami perjuangkan negoisasi agar semua bisa masuk melalui pintu Rafah. Setelah satu jam menunggu, akhirnya izin itu keluar. Ada salah satu anggota rombongan spontan menangis karena sudah lima kali ke Rafah tapi tidak bisa masuk. Sampai ada kata-kata"air mata kalian tidak pernah kamilupakan." Saking gembiranya, kami tidak tahu kalau Rafah itu bukan Gaza.


Setelah penerimaan yang pertama, kami dibawa dengan kendaraan yang cukup bagus menuju hotel di Gaza. Disitu saya mulai berpikir, apakah pengetahuan saya tentang Gaza sama seperti yang saya kira selama ini? Sampai saya bawa pakaian hanya tiga lembar di dalam ransel. Setibanya di Gaza, saya tidak bisa merasionalisasikan apa yang saya lihat. Benarkah ini Gaza ? di sana saya di sambut dengan sangat baik. Sambutan yang begitu tulus dari lubuk hati mereka yang paling dalam, terasa bukan basa-basi

Gaza berpenduduk 1,8 juta jiwa dengan luas wilayah yang mungkin hanya seluas kota Bogor, Jawa Barat. Sekitar 400 ribu penduduknya adalah orang mapan yang mengurusi 1,4 juta jiwa sisanya. Penduduk inilah yang hidup dalam kondisi yang sangat terbatas. Ada di antara mereka yang hidup di pengungsian, tanah mereka di rampas Yahudi, air kurang, listrik terbatas, tidak ada pekerjaan ternyata Allah siapkan 1,8 penduduknya untuk duduk di kementrian, parlemen, lembaga sosial dan lainnya. Mereka harus punya izzah (kemuliaan) dihadapan Yahudi dan Israel. Dari segi akademis hingga penampilan mereka layak berada di garis depan menghadang Israel. Jarang diantara mereka yang hanya sarjana S1, tapi S2 dan S3. Bayangkan, dalam kondisi tertindas mereka melakukan pekerjaan yang profesional. Nilai lebih lainnya, mereka rata-rata Hafal Al Qur'an.

Kami menjalani jadwal yang sangat padat disana. Jam 9 pagi kumpul dan pulang ke hotel bisa jam 4 sore. Dan ini sesuatu yang lama kami nantikan. Dalam jadwal itu, kami melakukan kunjungan-kunjungan ke tokoh-tokoh Palestina. Perjalanan kami ke Gaza kali ini, benar-benar menguras airmata. Ada banyak cerita penuh ibroh dan mengguncang ruhiyah. Kalau selama ini kami hanya mendengar dari banyak sumber, di sini kami benar-benar menyaksikannya.....bersambung

Lihat Tulisan sebelumnya :  

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (1)

Sumber : 
Seperti dituturkan Nurjannah Hulwani kepada Purwanti dan Teni Supriyanti
Foto : knrp.or.id
Baca selengkapnya »
0 komentar

Kisah Penuh Inspirasi Hj. Nurjannah Hulwani Menembus Gaza (1)



" Perjalanan kami ke Gaza kali ini, benar-benar menguras air mata. Ada banyak cerita penuh ibroh dan mengguncang ruhiyah. Kalau selama ini kami hanya dengar dari banyak sumber, disini kami benar-benar menyaksikannya."

Dituturkan oleh Nurjannah Hulwani kepada Purwanti dan Teni Supriyani, dimuat dimajalah Tarbawi edisi 277 
Dari berbagai info, baik pembicaraan orang-orang atau pemberitaan media, yang ada dalam benak saya, Palestina itu negara yang sangat menderita. Dipenuhi oleh orang-orang yang ketakutan. Tanah yang kumuh dan tempat tinggal yang tanpa rasa aman dan nyaman. Intinya dalam bayangan saya, Palestina itu benar-benar dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.
 
Pada tanggal 8 Mei lalu, saya dan rombongan, Soeripto, Ali Amril dan DR Muqoddam Cholil dari Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP), Eko Anugrah dari KNRP Nusa tenggara Barat, Suryana Majana Sastra dari PKPU, Heri Efendi dan Bachtiar Nasir dari ASPAC for Palestine, Maryam Rachmayani dari ADARA Relief Internasional, Wirianingsih dari Persaudaraan Muslimah (SALIMAH), dan Akhmad Sadeli Karim dari Mathla'ul Anwar, berkesempatan datang ke Palestina.

Ini adalah perjalanan kedua setelah akhir tahun 2009 lalu. Tujuan kami datang waktu itu adalah untuk memberikan empati kepada warga Gaza pasca perang Furqan yang berlangsung besar-besaran selama 22 hari pada tahun 2008. Diperkirakan pada saat itu, ada 43 negara yang melakukan Munasharah untuk membempati, namun gagal. Dikelompok lain ada 16 negara eropa yang sudah mabit  (menginap) selama 30 hari dengan membawa 1.500 kontainer bantuan. Mereka berangkat dengan kekuatan lembaga. Dalam perjalanan kali ini, kami membawa rombongan di bawah bendera ASPAC for Palestine.

Sebelum bergabung dengan rombongan ASPAC for Palestine, rencananya kami akan masuk kedalam rombongan Syaddul Rihal yang terdiri dari 150-200 orang dari 20 negara. Keberangkatan pun sempat mengalami penundaan. Awalnya kami akan berangkat pada tanggal 10-12 April, namun akhirnya ditunda hingga 2-9 Mei. Tapi ditunda lagi hingga final tanggal 8 Mei 2012 kami berangkat menuju Mesir. Saya sudah mengalami perjalanan ini sebelumnya, dan penundaan-penundaan ini adalah bagian dari proses untuk bisa mewujudkan mimpi bertemu saudara-saudara kami di Gaza.

Ketika tiba di Mesir, kami mendapat beberapa kabar bahwa ada rombongan pengusaha dari berbagai macam negara sudah sampai dipintu Rafah tapi tidak bisa masuk, padahal mereka sudah mengantongi izin. Ada juga sebagian kelompok Sahabat Al Aqsha yang harus lewat terowongan. Kabar-kabar itu membuat perasaan saya berkecamuk, seperti diaduk-aduk. Perasaan seperti ini ujian juga sebenarnya, tapi kita berdoa saja supaya Allah beri kemudahan. Rencananya kami berangkat menuju Gaza tanggal 13 Mei. bersambung....

Baca selengkapnya »
0 komentar

Perjalanan Tim PKPU di Misi Wasior




Saya berinteraksi dengan Pak Subur saat berada di lokasi bencana kawah timbang di Batur Dieng, beliau pimpinan Recue Tim PKPU saat tanggap bencana Banjir di Wasior Papua. Cerita tentang perjalanan di Papua, dan sulitnya mendistribusikan bantuan di sana dengan minimnya sarana transportasi, lebih banyak bantuan itu dipanggulnya sendiri dengan menyusuri jalanan yang masih berbentuk lumpur pekat.

Kemudian betapa sulitnya meyakinkan penduduk di papua, dan terkadang harus berhadapan dengan golok yang disosongkan ke depan muka, akibat ulah beberapa Oknum LSM yang menyakiti hati penduduk disana, banyak berjanji tapi hanya berujung janji, dan penduduk mejadi trauma dengan bantuan lsm, untungnya segera bisa di peluk kembali oleh beliau.

Dan cerita di Wasior ini akhirnya tertuntaskan dengan berakhirnya misi PKPU disana, seperti di ceritakan mba Rahma, staf DRM PKPU. 

“Tidak soal jika saya harus ikut menggulung lengan baju dan berkeringat debu, demi terselesaikannya semua program di Wasior. Namun, jauh di lubuk hati saya, sungguh saya berharap ada peningkatan yang berarti dari sumber daya manusia di Wasior, putra-putri Papua!” (Dikutip dari perbincangan penulis dengan M Kaimuddin, Manager DRM PKPU)

Alhamdulillah. Sungguh bersyukur. Akhirnya perjalanan panjang program penanggulangan bencana PKPU di Papua dapat terselesaikan. Sebuah episode yang tak singkat, berawal dari bulan Oktober 2011 dan berujung di akhir Maret 2012. Sejak dari awal aksi segera setelah banjir bandang dan longsor menerjang Wasior hingga program pemulihan dan rehabilitasi sekarang ini.  Sebuah kerja yang tidak mudah.

PKPU dengan seluruh donatur yang dermawan setia mengawal program kemanusiaan di Wasior ini. Mulai dari bantuan logistik, dapur air, serambi nyaman, pembangunan rumah guru, pembuatan rumah baca, hingga ke pelatihan pembuatan abon. Dengan segala halang dan rintang, tak sedikit keluh dan kesah sepanjang prosesnya. Alhamdulillah. Rampung juga.

Tak dapat dipungkiri bahwa banyak hal-hal pelik menyertai pelaksanaan program ini. Jarak geografis, merupakan tantangan pertama. Mengunjungi Wasior dari Jakarta tentu tak semudah mengunjungi Bandung dari Ibukota. Demikian juga pengadaan alat, bahan dan material yang diperlukan untuk pelaksanaan program,butuh waktu cukup lama menunggu barang dikirim dari Manokwari ke Wasior.

Tantangan kedua, komunikasi. Baik komunikasi verbal via telepon, maupun pengiriman informasi via internet. Bahasa dengan dialek yang berbeda, sinyal yang lemah, dan perbedaan persepsi yang harus disikapi dengan bijak dan sabar.

Sumberdaya manusia yang lengkap dengan persepsi, budaya, dan kemauan yang berbeda-beda juga menjadi tantangan yang harus disinergikan. Bagaimana menyatukan banyak kepala yang sama hitam menjadi sekelompok orang dengan visi yang sama. Serta bahu membahu dengan misi yang telah disepakati sebelumnya.

Terminologi waktu, menjadi tantangan berikutnya. Mengutip istilah Pak Dahlan Iskan, Betapa relatifnya waktu. Bagi kita yang ada di Jakarta, waktu yang ada benar-benar harus dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin. Namun, di Papua, pemaknaan akan waktu, mungkin berbeda.  Lambat ataupun cepat menjadi sangat relative. Tergantung siapa yang memaknai.

Tantangan-tantangan lainnya, tentu masih banyak. Mulai dari pesan yang tak sampai, listrik yang mati berhari-hari, air yang tak mengalir. Semua itu menjadikan perjalanan ini, menjadi begitu harus dimaknai dengan rasa syukur.  Harapan yang digantungkan, tidak rumit. Semoga apa yang telah dipersembahkan kepada saudara-saudara kita di Wasior bermanfaat dan memicu kesadaran yang lebih luas lagi. Bahwa mereka mampu mengoptimalkan potensi dan menjadi lebih berdaya karena itu. Karena itu, narasi ini kami panggil, “From Wasior with Love”.
Baca selengkapnya »
0 komentar

Rehat Sejenak Menikmati Siomay Udang di Sunyalangu


 
Beberapa pekan yang lalu, tepatnya tgl 25/2 2012 berkesempatan untuk melaksanakan Prosmiling atau pengobatan gratis di desa Sunyalangu Kecamatan Karang Lewas. Desa di pinggiran hutan di bawah kaki gunung Slamet. Untuk mencapai lokasi membutuhkan kendaraan yang lumayan fit, jika tidak sangat berbahaya karena kondisinya naik dan ada jalan yang rusak. Ketinggian dengan lemiringan hampir 70 derajat membuat yang belum pernah ke daerah ini cukup kesulitan, beruntung kondisi jalan sudah beraspal. 


Usai kegiatan Pengobatan Gratis, Bakti Sosial dan Donor Darah, yang merupakan kerjasama IPNU, PKPU dan PMI ini, saya dan beberapa teman menyempatkan diri ,melihat kondisi sekitar. Nampak di depan Balai Desa tempat kami menyelenggarakan pengobatan gratis, terdapat pohon beringin besar. Menariknya terdapat beberapa papan penunjuk arah tempat lokasi wisata alam yang dibuat cukup besar. Dibawah pohon juga nampak ramai pedagang yang menjajakan dagangan. 

Sejenak saya menghampiri pedagang siomay dengan label siomay udang, penasaran ingin mencobanya. Harganya murah, karena memang di peruntukkan bagi anak-anak SD yang biasa jajan saat istirahat. Siomay udang ini lebih nampak seperti cilok. Yah...memang tidak jauh beda, dan saya sama sekali nda merasakan rasa udang didalamnya. 


Saat ini, saya masih penasaran dengan obyek wisata yang terpampang di papan penunjuk arah dengan tulisan Welcome to Sunyalangu Tourism, Pondok Rau Camp Ground, Cibun Jembatan Gantung, Goa lawa, Curug DadapGoa Batur, dll.  adakah yang sudah pernah kesini dan bersedia berbagi informasi?





Baca selengkapnya »
0 komentar

Tugas Panjang Surjoni di Mentawai Tertunaikan


Saya bergetar ketika mendengar langsung kondisi di Mentawai dan para relawannya, saat mba Rahma bercerita. Kondisi medan yang sangat sulit di jangkau, karena berada di luar Pulau Utama. Hampir seperti daerah yang terlupakan, alat transportasi yang hanya berupa kapal itupun jadwalnya kadang tak tentu. Saya jadi mengenal apa itu ambu-ambu.

Kisah mas Joni, bagi saya sangat inspiratif. Betapapun ia tahu, dunianya sangat jauh dari tepuk tangan. Sosok mas Joni menggambarkan kinerja seharusnya yang dilakukan para relawan, mendampingi dan membersamai sampai tuntas. Hal ini di gambarkan sangat apik ditulisan mba Rahma. Semoga yang dilakukan mas Joni dan para Relawan lain terutama yang tergabung dalam Korps Relawan PKPU terus bergerak dan membersamai. Berikut Tulisan Mba Rahma :

Akhir dari Sebuah Awalan

Suharjoni, Staf Disaster Risk Management (DRM) PKPU mendarat di Bandara Minangkabau, Padang, hari Kamis (23/2/2012). Ia baru saja menyelesaikan tugas panjang di Mentawai. Bermula dari Tsunami yang mengguncang Mentawai 25 Oktober 2010, dari fase tanggap darurat hingga fase rekonstruksi dan rehabilitasi.

Dari evakuasi korban-korban meninggal hingga jauh ke hulu sungai Sabeugukgung, sebuah kampung yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Hingga mendistribusikan logistik hingga jauh ke pulau-pulau yang harus ditempuhi dengan ombak yang tinggi. Memetakan kejadian dan peristiwa lintas ruang, lintas agama dan kepercayaan. Atas nama kemanusiaan.

PKPU telah membangun kampung baru di balik sebuah bukit di Sabeugukgung yang menjadi sebuah tanah harapan baru. Membangun kembali perumahan di Boriai yang luluh lantak dari gempa besar tahun 2007. Mendampingi masyarakat, mendengar apa yang menjadi kebutuhan dan masuk di celah-celah yang terlupakan lembaga lain. Pulau-pulau yang nun jauh di Samudera Hindia, bagi PKPU tidaklah menjadi kendala untuk mendampinginya.

Periode terakhir dari awalan pendampingan ini berlangsung dari tanggal 7-22 Februari 2012.  PKPU menyelesaikan pembangunan rumah baca lengkap dengan buku dan rak-rak baca.  Peralatan audio visual. Perabotan yang menjadi pendukung kenyamanan rumah baca ini.  Berlokasi di halaman Kodim 0319/Mentawai.

Penyelesaikan mebeler berupa meja kursi lengkap dengan lemari untuk ruang guru di SD Tubeket dan SD Boriai. Hingga ke pembuatan 2 (dua) unit MCK masing-masing di Boriai atas dan Boriai bawah.

Seluruhnya tentu terbangun atas dukungan seluruh donatur yang telah mendampingi pemulihan Mentawai sejak beberapa saat gempa dan tsunami menyapu sebagian pantai di kepulauan Mentawai.  Sebagai akhir dari sebuah awalan, tentu perlu komunikasi intensif antara PKPU yang diwakili Suharjoni (DRM/PKPU Pusat) dengan pihak-pihak yang akan memelihara apa yang telah dibangun bersama-sama dengan masyarakat Mentawai. 

Dengan tokoh Masyarakat di Sikakap, di Tubeket, di Boriai, di Sabeugukgung.  Harapan bahwa apa yang telah diberikan dan dibangun di tanah Mentawai, dapat menjadi pencetus pemberdayaan dan kemandirian lebih lanjut. Mengkomunikasikan “self awareness” dalam bagian pendidikan Early Warning System di Kepulauan yang berada di atas lempeng aktif tersebut. 

Fase pengkomunikasian atas kelembagaan yang akan memberdayakan segala aset yang telah ada dan dibangun tersebut menjadi sebuah akhir dari sebuah awalan yang panjang. Mungkin tak sepenuhnya sebuah akhir. (pkpu.or.id)

Mungkin sama apa yang mas Joni dan saya rasakan, ketika kita berada di barak pengungsian ataupun di lokasi bencana, ada akhir yang tidak ingin kita lewatkan, "Binar Senyum Mereka yang Kembali Terkembang" 

Baca selengkapnya »

Sahabat

Artikel Terbaru

Arsip Blog